Part 23: Cerita Anissa & Dimas🌺

76 4 2
                                    

Kamu, seseorang yang ku pilih.
Terima kasih telah mencintai ku setulus ini.

-Dimas & Anissa

🌺🌺🌺

Matahari mulai menampakan wujudnya. Sinarnya menyapa lewat sela-sela jendela. Aku beringsut dari kasur lalu membuka tirai jendela. Berdiri sejenak merasakan hangatnya sinar matahari pagi ini.

Aroma petrichor menguar di penciuman, aroma tanah khas guyuran hujan semalam. Serta meninggalkan hawa dingin di pagi hari. Hujan yang cukup lebat membuat diriku lelap dengan sendirinya. Penat masih menjalari tubuhku, setelah cukup lama tak menghabiskan waktu di mall.

Aku teringat, semalam sebelum terlelap ponselku terus saja berbunyi, namun tak ku gubris. Aku lebih memilih meneruskan tidur ku.

Ku buka ponsel itu sebelum beranjak ke kamar mandi. Ternyata notifikasi miscall dari Narendra. Sekitar 10 panggilan, dan beberapa pesan.

From:
Narendra.

Saya baru saja landing di bandara.
Lea?
Lea kamu tak mengangkat telepon ku.
Lea, sepertinya kamu sudah tidur?
Ya sudah. Besok saja saya beritahu. Saya pulang dulu.”
"Selamat malam.

Aku tertawa geli setelah membaca isi pesan Narendra. Jadi begini sikap asli Narendra. Dia akan selalu memberi kabar saat ia pergi atau kembali bertugas.

Ah maaf, semalam saya sudah tidur.

Ku balas pesannya. Ku rebahkan tubuhku lagi.

“Ternyata dia sudah pulang ya,” cicit ku.

“Itu artinya.. Pertunangan kami sebentar lagi,” gumam ku dengan menenggelamkan wajah dibawah selimut.

“Hahaha tapi mengapa hatiku merasa tak siap?” ringis ku lagi.

Dan aku mulai mengoceh sendirian, bergulat bersama pikiran yang tidak singkron dengan hati.

 “Aku belum siap untuk bertemu Narendra.”

“Aku tidak siap bersanding dengan nya.”

“Namun, bukankah ini sudah keputusan mu Lea? Keputusan yang telah kamu ambil sendiri demi kebahagiaan orang tua mu!”

“Tapi mengapa lagi-lagi kamu tak yakin dengan keputusan mu sendiri?”

“Narendra orangnya baik sangat baik. Sejauh ini dia tak pernah memaksakan kehendaknya. Keputusan pertunangan itu pun terjadi karena ku.”

Aku teringat tentang ucapan Narendra beberapa waktu lalu, dia mengatakan bahwa,

“Jadi atau tidaknya pertunangan ini saya serahkan semuanya padamu. Saya tidak akan memaksa mu. Bila kamu tidak ingin melanjutkan nya tidak mengapa Biar nanti saya yang akan membuat alasan bahwa saya tidak mau menikah dengan kamu.

Ucapannya selalu terpatri dalam ingatan.
Allah... Aku harus apa?

Ketukan pintu dan suara bi Mina dari luar sukses mengagetkan ku yang tengah bergulat dengan pikiran ku sendiri.

AZALEATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang