Day 2

39 10 4
                                    

Tema: Buat karya yang diawali dengan kata-kata, "Dia mengubah nasib dengan jarinya ...."

Genre: Fantasi

****

Dia mengubah nasib dengan jarinya yang dilingkari cincin bertatahkan volucite. Nasib siapa yang diubah? Nasib dirinya sendiri, tentu saja.

Andai hal itu bisa ....

"Aku yakin, aku tidak terlahir untuk berada di tempat ini."

Shakila menatap langit-langit kamarnya yang tinggi menjulang. Ruang tidur kerajaan yang luas mestinya membuat nyaman. Namun, Shakila tidak betah. Ada yang mengusik ingatannya dan itu membuatnya gelisah.

"Cincin ini telah bersamaku sejak dulu, kata mereka." Shakila mencoba melepas cincinnya. Tidak bisa. "Dia menyatu denganku. Dia tidak bisa dilepas dariku. Karena itu, aku disembunyikan. Katanya, cincin ini berharga. Padahal, tidak ada yang tahu, apa kekuatan yang dimiliki cincin ini?"

Apakah cincin itu bisa mengubah nasib seperti angan-angannya? Shakila tidak tahu. Lebih tepatnya, tidak tahu kalau tidak mencoba. Ia sudah mencoba beberapa kali dan selalu gagal.

"Aku ingin keluar. Aku ingin bebas. Aku ... aku ingin berbaur dengan semua orang. Sejak kapan aku jadi ratu?"

Ingatan Shakila terhenti beberapa hari lalu saat tiba-tiba ia sudah berada di sisi seorang laki-laki bersahaja. Pernikahan, dengan seorang putra mahkota yang sekaligus dinobatkan menjadi raja. Otomatis, ia menjadi ratu. Apa yang terjadi sebelumnya? Shakila tidak ingat apa-apa. Saat itu, cincin tiba-tiba menyorot ke satu arah, membuat gempar semua orang yang mencari sumber cahaya berwarna biru itu. Ada yang bilang, cahaya itu menunjukkan tempat harta karun. Ada pula yang berkata, cahaya itu menuju tempat kemakmuran, Sang Pengabul Segala, dunia lain yang indah, sampai neraka. Asumsi apa pun yang diberikan, orang-orang tetap berebut mencari sumbernya, siapa tahu bisa memberi mereka petunjuk akan kebahagiaan--yang sifatnya duniawi.

Shakila tidak pernah bertemu orang lain selain anggota kerajaan, pun tak pernah keluar ruangan. Saat malam, balkon depan kamarnya akan ditutup rapat dan dikunci demi mencegah cahaya kebiruan itu menembus gelap malam di luar.

Shakila terpenjara dengan cincinnya.

"Cincin, jika kamu memang ajaib, tolong ubah nasibku!" Shakila memainkan jemarinya. Tak ada respons apa-apa, hanya cahaya yang bergeming dari cincin.

"Ah ... aku ingin keluar. Pasti cahaya ini petunjuk. Ia memberitahuku sesuatu." Shakila berjalan mondar-mandir di kamarnya. Bagaimana caranya keluar? Balkon terkunci. Pintu depan pasti banyak penjaga. Shakila tak menyerah. Ia terus berpikir, sesekali menggerakkan jarinya sambil menyerukan perintah.

Tring!

Sebuah ide melintas. Lebih tepatnya, pemikiran baru yang tampaknya hanya imajinasi. Shakila menatap cincinnya. "Apa aku bisa melakukannya? Seajaib apa cincin ini?"

Shakila memakai jubah panjang yang menutupi seluruh tubuhnya dari kepala sampai kaki. Ia juga memakai topeng. Mungkin, ia tiba-tiba menjadi ratu dan melupakan sebelumnya, tetapi ia merasa memiliki kemampuan yang tidak orang lain sangka-sangka.

"Aku akan pura-pura jadi pencuri." Shakila menyentuh lemari berukir di kamarnya, lalu memanjatnya dengan tangkas. Begitu saja ia sudah tiba di atas lemari setinggi dua meter itu. "Karena ...."

Shakila merunduk, mengambil ancang-ancang. Tangan kanannya ia sentuhkan ke lemari. Kaki kanannya mendorong tubuhnya, ia melakukan gerakan memutar dan mendarat di karpet kamarnya dengan mulus.

"Sudah kuduga, aku bisa parkur!"

****
***
**
*

(

Kembali ke Tare)

"..."

"..."

"..."

"Kok, diam?"

"Mau apa lagi kamu?"

Aku nyengir. Wajah Nona Sha di hadapanku begitu datar. "Habis, gantung, sih. Sekalian tamatin ceritanya, gimana?"

Shakila menggerutu. "Enak ya ngomong. Kamu aja belum mulai menulis ceritaku."

"Haha, maaf--"

"Pokoknya, ini utang." Shakila bersedekap. "Tahun ini, aku akan melihat ceritaku tamat. Awas kalau enggak! Kamu akan--"

"Aku pamit!" Aku buru-buru berdiri. "Kita akan mengenal lebih dalam di lain kesempatan, oke?"

"Kamu akan kutawan di kamar yang membosankan itu selamanya ...!"

Masih kudengar teriakan Shakila saat aku sudah kabur menuju Terra. Ia sedang dalam mode portabel alias kecil, berguling-guling diawas Deha.

"Gimana hari kedua?" tanya Deha begitu melihatku.

"Masih aman. Tapi kenapa kita main ke kerajaan melulu?" Aku menatap kerajaan fantasi yang baru kutinggalkan. Ladera namanya. Terletak di lereng sebuah bukit dan memiliki musuh yang bukan manusia. Apa? Nanti saja, kalau aku sudah membuat ceritanya.

"Nona Sha enggak menawanmu?"

"Kayak bisa aja!" Aku menepuk dada keras-keras. "Aku 'kan jago kabur!"

"Halah, kayak bisa keluar dari sini aja." Deha menyeringai. Ia menepuk Terra beberapa kali. Kucing batu itu kembali membesar. Deha melilitkan tangkai bunga berukuran besar yang selalu ia bawa ke tubuhnya, lalu menyodorkannya padaku. Aku melakukan hal serupa. Bunga itu tumbuh memanjang sampai setinggi Terra. Setelah kami naik, barulah Deha menarik bunga itu yang langsung kembali ke ukuran semula. Hanya dengan cara itu kami bisa menaiki raksasa setinggi 120 meter ini.

"Apa kita akan kembali ke kerajaan-kerajaan ini?" Aku menatap kastel di kejauhan.

"Mungkin. 'Kan, sesuai tema." Deha mendengkus. "Hati-hati sama yang kautulis. Bisa-bisa spoiler beneran."

"Kalau begitu, aku incar cerita sampingan aja." Aku merebahkan diri. "Ah, semoga habis ini ketemu kembaran rese yang sudah mengundangku kemari. Aku mau gelut sama dia."

Deha menyeringai. "Lihat saja nanti."

Ya, lihat saja nanti. Tema macam apa yang akan muncul untuk hari selanjutnya?

(Bersambung)

2/1/21
AL. TARE

Trapped in Hayalan (Again)Where stories live. Discover now