Day 19

26 6 0
                                    

Fictogemino

Genre: SoL

****

Hari ini, hari yang sudah terpatri lama dalam ingatan; hari yang dinanti-nanti, hari ketika sebuah mimpi jadi nyata.

Alunan itu terdengar merdu. Sebuah lagu yang dimainkan empat orang bintang utama, yang mestinya sudah terpisah; mereka bersatu karena aku yang muncul dan mengacaukan waktu.

Tora, ia duduk di kursi piano. Lia, di sampingnya, atau belakang piano, memegang biola. Orang tua mereka, lebih ke belakang panggung, dengan instrumen masing-masing: Ayah dengan selo dan Bunda dengan harpa.

Alunan biola dan selo yang diiringi piano menyiratkan kesedihan, tetapi juga menentramkan. Dentingan harpa yang meningkahi begitu chorus layaknya rinai hujan. Sebuah lagu, a piece, tentang hujan. The Rain ciptaan Joe Hisaishi. Lagu yang diawali suasana sendu dan diakhiri dengan ceria layaknya musim panas.

Dibuka dengan permainan piano, lalu disambut dengan dengan biola. Beberapa bar kemudian, solo biola berganti dengan selo. Harpa menimpali, dentingannya serupa bunyi rintik air. Mendengar pertunjukan ini layaknya berkontemplasi di tengah hujan; tidak hanya mendengarkan suara air, tetapi juga orkes simfoni alam.

Aku menatap empat orang di panggung dengan berbinar. Bukan hanya aku, semua yang menonton di sini juga. Keluarga besar mereka terlihat bangga. Mungkin, ada orang lain yang menonton juga.

Lantas?

Hari ini, sebuah mimpi mewujud jadi nyata. Keluarga kecil yang terpisah oleh jarak, waktu, dan kematian, kini berkumpul dalam satu masa. Memainkan satu lagu yang sejak dulu mereka damba.

Aku merasa, kali ini, aku berjasa menyatukan mereka.

(Bersambung)

****
.
.
.
.

Jangan lupa coba baca dari bawah, oke?

Temanya seru, ya. Saya tertantang.

Karena ini pula, kayaknya saya tahu bakal gambar apa buat yearly art entry tahun ini.

Lagunya ada di media! Sila dicek. Ya ... kegemaran orang beda-beda. Saya salah satu fans berat Joe Hisaishi. :'>

Sukabumi, 18/2/21
AL. TARE

Trapped in Hayalan (Again)Where stories live. Discover now