Kembali

29 6 0
                                    

Tidak usah dibaca, lha wong aku bikin cuma buat girang aja

****

"Tapi belum, kan?"

"Belum apa?"

"Terra .... belum menghancurkan Hayalan, kan?"

Aku masih bisa melihatnya, meski tidak ada di sana. Aku masih mencampuri urusan mereka; mengatur kehidupan di dalamnya.

"Kamu belum mati. Kamu sendiri yang bilang, Terra akan menghancurkan Hayalan kalau saat itu tiba."

Kemunculan R.I. yang tiba-tiba memamg membuat semua orang terpaku. R.I, sisi idealis bin realistis yang galaknya bukan main, bisa memadatkan waktu dan tempat seenak jidat dan langsung menemuiku di Hayalan, sesuai katanya kemarin.

"Tapi, aku bisa membawanya balik ke gerbang naik Terra!" Deha protes.

"Lama. Aku bisa membawanya langsung ke realitas, sekarang juga," jawab R.I. dingin yang langsung membuat semuanya tak berkutik.

"Jadi, kapan kita bisa ketemu lagi?" tanya Kakak pelan. Ia memang sempat mematung, tetapi jiwa-jiwa rebelnya tak tertahankan, bahkan terhadap R.I.

"Bisa, kok. Kan, kamu bikin rencana kemarin. Duel sama Lia, di tempatnya Tora--"

"Cukup," gumam Tora.

"Kapan-kapan kita ngobrol lagi, Alter!' Radit menunjukku.

"Sudah, jangan mengacau." Ray muncul tiba-tiba, meski langsung diam begitu dilirik R.I..

"Ya sudah, karena R.I. sudah menjemput dengan sukarela dari kenyataan ...." Aku melirik sosok itu.

"Apa?" tanya R.I. tajam.

Aku menggeleng. ".... Kunjunganku ke Hayalan kali ini, usai."

Ramai sekali saat itu. Terra melompat ke hadapanku dan aku memeluknya. Raksasa yang sedang menciut itu adalah penghuni Hayalan paling pertama, juga yang paling terakhir--ialah yang akan menghancurkan dan meratakan semua, kelak kalau waktunya tiba. Kakak menepuk bahuku, Risa berkicau di depanku, Laila diam di sampingku. Hanya tiga orang itu yang jelas-jelas menyatakan afeksinya. BZ dan QY menghilang selama ada R.I.. Yang lainnya ... entah. Mungkin biasa saja.

"Dalam hitungan ketiga, kamu akan kembali." R.I. mencengkeram lenganku. "Enggak usah lebay, kamu masih bisa komunikasi dengan mereka."

Deha mengangguk setuju. "Ada aku!"

Selamat jalan!

Aku memejamkan mata. Saat kubuka, yang terlihat adalah sebuah laptop dan monitor, tumpukan kertas, pulpen, serta pentab.

"Selamat datang kembali ke realitas."

"R.I., kamu sengaja menampakkan diri lagi?" tanyaku.

"Ya ... meski radarku sedang tidak berguna, kamu butuh seseorang untuk mengingatkan!" Suara R.I. mengeras. "Aku enggak bisa melarangmu main. Main sana! Ingat, aku yang membantumu melawan hawa nafsumu. Capek, tahu."

Aku menghela napas. "Kamu melawan BZ?"

"Bukan, dia mah pemalas. Yang aku lawan adalah keinginanmu yang enggak ada urgensinya, yang malah bikin kamu tambah riweh sendiri."

Aku diam melihat R.I. berlumur darah, meski ia sama sekali tidak terlihat kesakitan ... tunggu. Malah hal itu yang membuatnya berkali-kali lipat menyeramkan. Sorot matanya tajam dan dingin.

Kenapa dia jadi kayak pembunuh gitu?

"Darah ini cuma pendramatisasi. Sekarang, balik! Ada tugas kuliah apa? Ada kewajiban apa? Bukannya kamu belum tes juz? Jangan lupa bersihin rumah--"

"Iyaaa!" seruku.

"Dan selalu salat jamaah, selagi kamu tidak bepergian!"

"Tapi kadang kelas waktunya enggak pas sama jamaah rumah," keluhku.

R.I. mengangguk takzim. "Itulah gunanya aku, andai kamu di luar. Tapi ini di rumah. Aku paham. Aku enggak akan memaksamu untuk hal-hal yang memang di luar kuasamu. Sekarang, kerjakan yang harus dikerjakan, sebelum aku kembali berdarah-darah."

R.I. mode dark--atau ia memang selalu gelap--itu menyeramkan, sebaiknya aku menurut.

Namun ....

"Target roll SSR kamu per tahun itu 3 sampai 5, kan? Kamu udah dapet 3 tahun ini, baru dua bulan pertama. Udah, jangan main lagi! Fokus!!!"

"Tidaaaak!"

[TAMAT]

Jkt, 28/2/21
AL. TARE

Trapped in Hayalan (Again)Where stories live. Discover now