Dear Mom's

13 6 0
                                    

Author’s POV

     Lelah. Sungguh, satu kata itu telah mendefinisikan mengenai kegiatan hari ini. Acara puncak ulang tahun bagi Para Pekerja Tangan Iblis baru saja selesai tepat jam dua dini hari. Acara yang sungguh besar nan mewah itu benar adanya dan rutin dilakukan setiap tahun. Satu-satunya kegiatan yang membebaskanmu dari pekerjaan gila itu dan juga sebagai liburan tentunya. Walau, mereka akan tetap membahas pekerjaan juga dalam selingan kegiatan itu.

     Sudah lima hari J menetap di negeri Tirai Bambu itu. Bukan menetap, melainkan hanya melakukan kegiatan rutinitas tahunan kelompoknya itu. Tatapannya kosong, memandang langit-langit kamar yang ia tempati itu. Pikirannya hanya meremang karena terlalu merindukan rumah, keluarganya, dan Lisa.

“Dia tak kunjung membalas pesanku! Aarrghh!!!” umpatnya dalam hati saat menatap ke layar ponsel.

     Menampilkan ruang pesan antara dirinya dan Sang kakak, Jerry. Pesan yang dikirimnya sejak dua hari lalu bahkan tak menampilkan balasan. Jangankan sebuah balasan, dibaca saja tidak. Apakah lelaki itu sibuk? Atau...? Sumpah, ini sangat mengganggu batinnya.

    Tidak banyak kegiatan setelah malam puncak itu. Hari ini ia bahkan belum keluar kamar sama sekali. Bahkan ketika teman-temannya mengajaknya keluar untuk sarapan, ia juga menolaknya. Perasaannya sedang tidak baik dan entah rasanya selalu ada yang mengganjal. Tapi, ia tidak bisa menemukan apa yang mengganjal hati kecilnya itu.

Tok tok tok!!!

     Pandangannya beralih menatap pintu dengan ukiran bunga Meihwa dan simbol Kam Cheng itu lantas menghampirinya dengan rasa malas yang menyeruak. Itu Xiaon dan Alex yang menghampirinya. Baiklah, ini seniornya.

“Ayo keluar!” titah Alex dengan dinginnya.

“Aku sedang tidak ber─”

“Sudah ikut kami ayo!”

    Xiaon yang memiliki rasa sabar yang begitu minimum itu langsung meraih pergelangan tangan J dan membawanya secara paksa. Sangat membuat orang kesal. Kedua orang ini mengajak J agar keluar dari kediaman Xiaon dengan bermaksud makan diluar.

     Sinar matahari tampak menusuk saat sepasang kakinya berhasil keluar dari kediaman itu. Tidak sendiri, J ditemani beberapa orang yang memang menjadi kelompok sepertinya. Giselle, Kotaro, Xiaon, Seo Jang, Alex, Alice, dan Rachel.

   Dengan menaiki mobil Limosin milik Xiaon, mereka kini telah berpijak pada restoran terkenal di Beijing ini. Kesan Tionghoa klasik memang sangat kental akan setiap sudut arsitektur semua bangunan yang ada di kota ini walau kota ini terbilang maju dan modern.

   Makanan yang tersedia yang tak lain dan tak bukan adalah makanan khas Tiongkok. Sama seperti hari-hari sebelumnya. Sungguh, nafsu makannya padahal hilang karena pikirannya yang sangat kacau dan sulit dibeberkan.

Drrtt... Drrtt...

Ddrrtt... Ddrrtt...

     Ponsel yang sedari tadi bertengger di dalam tas itu terasa bergetar di atas paha pemiliknya. J merogoh isi tasnya itu dan menggenggam benda persegi panjang itu yang menampilkan nama “Jerry” dalam bentuk panggilan. Lelaki yang ia tunggu-tunggu itu akhirnya meneleponnya.

“Halo, Jer?”

“Hiks...hiks... Dev~”

Tunggu dulu. Lelaki itu menangis? Menangis lagi?

“Jer?! Jer, kamu kenapa? Kenapa kamu nangis?!” ucapan J mulai terdengar gelisah dan menarik perhatian penghuni meja itu.

“I..ibu..Dev.” rintihannya.

Their Call Me : Psʏᴄʜᴏᴘᴀᴛʜ Onde histórias criam vida. Descubra agora