The War [Pt.01]

8 5 0
                                    


     Kedua orang dan satu makhluk halus yang masih sibuk mengelilingi daerah sekitar Tower Bridge itu masih bingung belum menentukan tempat inap dan strategi. Tunggu, strategi apa?

-flashback on-

“Ih, aku baru kesini tuh sekitar empat sampai lima kali doang kayaknya kak. Aku juga nggak pernah ada acara bermalam, paling hanya lewat aja.” Jelas J dengan nada seperti anak kecil yang terlihat polos.

“Dih? Kamu hidup di London kemana aja sih? Ya Tuhan!” geram Giselle.

“Udah ah, kita cari hotel rekomendasi dari internet aja.” Finalnya.

    Setelah berunding sekitar setengah jam lamanya, mereka memilih hotel yang cukup berkesan dan bisa dibilang mahal. Ya, setidaknya black card ada gunanya, iya kan? Mereka memilih sekamar karena tidak memungkinkan kalau ingin membahas mengenai pekerjaan. Masa iya, J atau Giselle harus bolak-balik? Malas sekali!

    Ponsel milik Giselle berdering terus menerus menandakan adanya panggilan masuk. Layarnya tertera nama Alexander dan segera ia menggeser lambang hijau itu.

“Apa? Kau menggangguku liburan saja. Hahahaha...”

“Aku dapat kabar dari Pemegang Catatan Kematian dan ini bersangkutan dengan ibunya Jess.” Ujarnya dengan nada yang memburu di seberang sana. Giselle tersentak bukan main dan melirik secara perlahan ke arah J.

“Apa?” pertanyaan datar dari J ketika ia menangkap manik mata Giselle yang menatapnya, seperti seorang penjahat.

“Tidak, aku harus telepon dulu. Sinyalku tidak bagus disini.” Cepat-cepat ia pergi dari kamar itu dan meninggalkan kedua makhluk yang masih menatapnya bingung.

“Hey, Lex! Jangan main-main kamu, ya?” desis perempuan itu.

“Apa kamu pernah liat aku main-main?! Tidak bukan? Aku sungguh.” Giselle hanya membatu dan menunggu kelanjutan kalimat selanjutnya.

“Judy, wanita yang menjadi ibunya Jess itu, dia merupakan korban sekte incaran kita semua. Magna fides yang membuatnya meregangkan nyawa dan dijadikan sebagai budak roh!” pekik Alex.

Deg!

    Mendengar kalimat penuturan dari Alex membuat jantungnya terasa ingin lolos dari tempatnya. Ini ibunya J, tapi hatinya yang begitu teriris. Bagaimana jika J tahu tentang ini dan bagaimana ia memberi tahunya? Apa yang harus kulakukan, Tuhan. Batinnya. Ia begitu tidak tega untuk menyampaikan berita buruk ini. Terlebih lagi, J baru saja menangisi kakaknya yang mereka belum temukan.

“Halo? Gis?” panggil Alex dari suara telepon itu.

“Ha? A-apa?”

“Emm, ayahnya adalah dalang dibalik semua ini. Karena, dia... adalah anggota dari sekte sialan itu dan sepertinya... kakaknya juga ada padanya.”

      Jantungnya bahkan memompa lebih cepat dan benar-benar ingin terlepas dari tempat asalnya. Mulut Giselle sampai menganga atas kalimat yang lebih membuatnya terkejut itu. Lututnya terasa melemas dan tak kuat menopang tubuh idealnya itu. Terlihat seperti sedang bersimpuh sekarang.

“Apa yang harus ku katakan padanya, Lex?” tanyanya lirih dan begitu frustasi.

“Katakan hal yang sejujurnya, ini pekerjaan kita 'kan? Kau pasti bisa melakukan itu, Giselle. Kau bukan perempuan lemah, aku tahu itu.” Yakinnya menguatkan hati si Perempuan.

“Akan kucoba.”

-flashback off-

 

Their Call Me : Psʏᴄʜᴏᴘᴀᴛʜ Where stories live. Discover now