Sect?

21 6 1
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Happy reading

Keberangkatan J menuju bandara diiringi kabut kesedihan yang cukup meremas hatinya. Ibunya, maksudnya ibunya Jerry, mengucapkan salam perpisahan seolah ia tak akan pernah kembali lagi. Juga Jerry. Lelaki itu kembali memberikan pelukan hangatnya saat detik-detik J ingin memasuki kabin pesawat.

Benar-benar seperti melepas kepergian seseorang yang sangat disayangi.

Dikursinya, J masih sibuk menangis dalam diam tanpa suara sambil menatap ke arah luar jendela. Awan terlihat bergulung cerah mengiringinya dalam perjalanan menuju Tempat Tinggal Xiaon itu. Ia begitu merasa amat cemburu. Cemburu? Dengan awan? Ya.

Lihatlah awan-awan yang menghiasi langit biru itu. Tampak tenang dan selalu bebas kemana mereka ingin melangkahkan arahnya. Tanpa topangan apapun dan selalu berbaur dengan cuaca. Mereka bisa bebas.

Mellow music melantun indah melalui airpod yang ia gunakan membuat J hanya menghabiskan sisa perjalanannya dengan tiduran. Ya, hanya sekedar menangis, termenung, dan tiduran. Setidaknya, ia harus menyiapkan tenaga ekstra sehabis ini karena jadwalnya mungkin akan padat selama di Cina.

Pesawat yang ia tumpangi itu sudah mendarat ditempat tujuannya. Apa yang kalian lakukan kalau baru saja singgah di tempat baru? Bingung bukan? Begitu pula dengan J.

"Jesslyn!! Jesslyn!!"

Terdengar teriakan dari kerumunan orang-orang yang menyambut kedatangan para pendatang. J berusaha mencari pusat suara itu diantara banyaknya orang-orang.
Seorang perempuan dan laki-laki tengah memandang kearahnya. Apa mereka berdua memanggilnya?

"Jess? Jangan bengong!" Ujar si laki-laki itu disambung dengan kekehan

"Kalian menungguku?" tanyanya memastikan

"是 (*ya)" jawab si lelaki itu, lagi.

Si perempuan nampak menyikut perut lelaki itu dan membuatnya mengaduh karena sakit.

"Kau ini! Yang benar saja! Oh, maaf membuatmu bingung." Ia mengulurkan tangannya mengajak bersalaman

"Aku Giselle, kau tau aku kan? Dan si brengsek ini, Xiaon."

"Oh, maafkan aku. Aku belum mengenal wajah kalian, baru Daniel saja." J membungkukkan badannya

Ketiga orang itu menuju tempat kediaman Xiaon yang bisa dibilang tempat khususnya "orang kaya." Dimana kira-kira? Beijing. Ibu kota dari Tiongkok yang memang rata-rata penduduknya adalah kalangan kelas atas.

Rumah milik Xiaon berarsitektur klasik namun tetap terlihat mewah dan modern. Warna merah dan emas menjadi warna paling mencolok dalam sisi bangunan. J tidak henti-hentinya berdecak kagum memperhatikan bangunan yang sedang ia pijaki ini.

"Jangan heran ya? Xiaon itu anak lulusan arsitektur dan fasilitas yang diberi Para Yang Mulia itu digunain buat ini semua. Dia pandai menghamburkan uang." Ucap Giselle dengan akhiran berbisik

Their Call Me : Psʏᴄʜᴏᴘᴀᴛʜ Where stories live. Discover now