-Fallen

2.4K 181 31
                                    

Title : Fallen
Rate : T
Word count : 2220
Type : Oneshot
[Saturday, February 13th, 2021 : 02.36 am]
___________________________________________

Draco Malfoy sadar ia adalah seorang veela. Dan ia juga sangat mengerti, sebagai makhluk cinta, tidak seharusnya ia mengikuti jejak ayahnya.

Menjadi pengikut Voldemort. Ya, di saat ia seharusnya fokus mencari pasangannya agar tidak mati patah hati, ia malah mempertaruhkan nyawanya untuk melayani seorang penyihir botak tak berhidung. Ibunya tidak akan senang dengan ini.

Tapi toh tidak seperti ia bisa memilih. Ia dibesarkan dengan ekspetasi tinggi dan ideologi sampah ayahnya. Jadi, untuk memuaskan keinginan ayahnya, di sinilah dia. Berlutut di hadapan Voldemort, bersiap mendapatkan tugas pertamanya.

"Aku ingin kau pindah ke Hogwarts," ucap Voldemort tenang. Draco mengernyit, ingin bertanya tapi tentu saja ia tidak berani. Penyihir waras mana yang berani mempertanyakan perintah Voldemort. Dan semua orang tahu The Golden Trio -Harry Potter, Ron Waesley, dan Hermione Granger- tidak waras.

Untung bagi Draco, Voldemort sepertinya memahami kebingungannya.

"Aku mau kau membunuh Hermione Granger." Voldemort menjelaskan. Draco mengangguk mengerti. Ia tahu siapa Hermione Granger. Atau setidaknya, ia pernah mendengar tentangnya. Otak dari Trio Emas. Salah satu anggota orde. Dan penyihir terpintar di usianya. Namun, Draco masih heran. Kenapa harus gadis Granger itu? Kenapa bukan Dumbledore? Ia pikir, selama ini target terbesar Voldemort adalah Dumbledore? Mungkinkah Granger lebih kuat daripada Dumbledore? Tidak. Tidak mungkin. Kerusakan apa yang mungkin ditimbulkan oleh seorang gadis remaja? Sepintar apapun dia, Draco yakin ia tidak mungkin lebih hebat dari Dumbledore, satu-satunya penyihir yang ditakuti oleh Voldemort.

"Tanyakan saja," dengus Voldemort. Draco tersentak. Semudah itukah ia terbaca? Sial. Sepertinya ia harus meminta bibinya kembali melatih kemampuan oklumensinya.

"Kenapa bukan Dumbledore?" tanya Draco pelan. Ia takut dianggap meragukan keputusan Voldemort. Untungnya, sepertinya Voldemort sedang berada dalam mood yang baik hari ini.

"Akan menjadi terlalu beresiko untuk memintamu membunuh salah satu penyihir terkuat sebagai tugas pertamamu. Mari mulai dengan yang lebih mudah, salah satu penyihir yang paling diandalkan oleh Dumbledore," jelas Voldemort hati-hati. Draco mengangguk mengerti.

***

Draco melompat turun dari Hogwarts Express, melanjutkan langkahnya menuju kastil. Dan di sinilah ia sekarang, berbaris di belakang anak-anak tahun pertama, menunggu giliran isi otaknya diacak-acak oleh topi seleksi.

"Slytherin!" seru topi seleksi. Draco mengernyit sinis. Topi jelek itu bahkan belum benar-benar menyentuh kepalanya. Draco berjalan menuju meja asramanya, sebelum ia tiba-tiba merasakan sihirnya bereaksi. Ia mengernyit bingung. Sihir ini-

Oh, tidak! Ia bisa merasakan pasangannya ada di sini. Sial. Ia berada di sini untuk menjalankan perintah Voldemort, bukan mencari jodoh yang hilang. Kenapa bisa-bisanya mereka malah bertemu di Hogwarts. Draco tidak akan bisa fokus pada misinya kalau begini. Insting veela-nya pasti akan memaksanya mencari pasangannya. Draco mulai mengedarkan pandangan ke sekelilingnya, menerka-nerka siapa pasangan yang ditakdirkan untuknya. Lalu matanya menangkap seorang gadis cantik berambut ikal. Draco tertegun perlahan. Gadis itu menatapnya sekilas, membuat Draco buru-buru mengalihkan pandangannya, enggan membiarkan mata mereka bertemu. Mana mungkin ia rela membiarkan dirinya tertangkap basah untuk hal yang memalukan seperti ini.

Le Scénario (Dramione Oneshots)Where stories live. Discover now