22. Pelaku

5.2K 392 9
                                    

Kepala nya terasa pening, mata berbalut bulu lentik itu mengerjap pelan. Menyesuaikan cahaya yang masuk menembus rentina. Ingatan nya berputar saat terahir kali ia sadar, Alea kecelakaan. Ia ingat itu.

"Shhh--" Alea meringis saat tubuh nya begitu nyeri, nafas nya ikut terengah saat area tulang rusuk nya terasa patah.

"Le? Lo udah sadar?"

Gadis itu menoleh mengerutkan dahi saat melihat Ghea yang menatap nya khawatir. Ia menarik kepala menjauh saat sang kakak yang ingin menyentuh rambut nya.

"Gege ngapain?"

"Ya jagian lo lah." Jawab Ghea,"Lo, ada yang sakit gak?"

Membasahi bibir saat merasa canggung Alea berucap,"Kalo Gege ada di sini cuma karna rasa kasihan. Lebih baik pergi aja. Lea gak suka di kasihanin."

"Lo mikir nya gitu?" Ghea bertanya dengan nada tak percaya.

"Trus apa lagi alasan buat Gege sudi di sini nemenin aku? kalo bukan karna Gege udah tau Lea sakit, aku sekarat dan bisa mati kapan aja."

Alea mengedarkan mata ke penjuru rungan yang ia tempati, tak ada orang selain Ghea yang menemani. Dimana Anna dan Arta?

"Gege cuma gak mau ngerasa bersalah karna gak perdulikan sama aku?"

"Lo--"

"Tau gitu, tau saat sadar gak ada orang yang jaga aku selain Gege yang juga terpaksa. Baik aku ikut mamah."

Jangan Le, jangan pernah sekali-sekali untuk mikir ikut sama mamah!

Ghea berdecak kasar."Lo bilang gue terpaksa? Iya? Kemarin siapa yang negemis-ngemis minta di perhatiin hah? Siapa?"

"Gue disini jagain lo ya karna lo adik gue, lo fikir? Ck--bego banget ya gue? Dosa gue tuh terlalu banyak sampe gue berbuat baik aja salah di mata lo!"

"Tau respon lo kaya gini mending gue semalam tidur di rumah, gak perlu rela-relain jagain lo sambil duduk disini. Mending sekarang gue sekolah belajar buat ujian. Buang-buang waktu!" Ghea bangkit dari duduk nya. Berjalan kearah pintu meninggalkan Alea sendiri dengan pikiran yang berkecamuk.

Lea salah ya?

~•~

Anna berjalan menghampiri Ghea yang duduk di depan ruang Alea, tersenyum hangat meski terlihat tak lepas dan penuh beban.

"Alea udah sadar?"

Ghea mengangguk pelan,"Bunda kemana aja? Dari kemarin gak keliatan?"

"Maaf ya Bunda lagi ribet, kamu juga tau kan kalo bunda dokter di sini?"

Menghelanafas sejenak Ghea mengangguk, ia dan Anna menoleh saat Dikta keluar dari dalam ruangan Alea. Menatap kedua ibu dan anak itu dengan teduh.

"Saya sudah bicarakan ini pada pak Arta dan bu Siska. Tapi mungkin Dokter Anna dan Ghea ingin mengetahui tentang perkembangan Alea."

"Setelah pemeriksaan terahir tadi di lakukan, kesehatan Alea memang cukup berkembang pesat. Namun saya ingin meminta pengertian bila mana Alea membutuhkan perhatian yang begitu ekstra juga kesabaran."

Dikta menatap Ghea juga Anna bergantain."Mungkin karna sakit yang Alea rasakan, ia akan menjadi lebih sensitif dengan emosional yang naik turun. Jadi tolong di mengerti kalo dia akan lebih gampang marah-marah. Tapi hal ini gak akan bertahan lama dan tidak berdampak juga untuk kesehatan nya."

TURTLE (End)Where stories live. Discover now