Bab 10

114K 20.7K 3.6K
                                    

Love dulu buat part ini ♥️

Jangan lupa follow vote and Coment 💜

Beberapa peraturan baca cerita ini. Karena antusias kalian menentukan cerita ini lanjut atau enggak. Karena kalian tahu aku suka bgt unpublish cerita hahah disaat merasa kurang.

1. Komen disetiap part-nya dan tekan bintang/vote..
2. Follow wattpad aku biar kalian ngk kaget kalau ada bagian yg tiba-tiba hilang.
3. tolong tag juga temen-temen kalian biar ikut bucin
4. Jangan Hate Komentar ya 💜😉
5. Semakin dikit yang komen dan vote semakin lama aku update.

Sebelumnya aku mau ucapin terimakasih atas dukungan kalian ♥️🙏 aku paksa in update untuk menyembuhkan rasa sakitku. Buat yg hate komen langsung aku blokir demi kesehatan mentalku.

***

Matahari berada di sudut ufuk barat langit sore. Secangkir kopi panas mengepul di atas meja dan sebuah buku berjudul Perahu Kertas milik Sapardi Djoko Damono. Anwar duduk di kursi kayu berwarna cokelat mengilap di teras rumah sambil meneguk kopi buatan sang istri dengan penuh nikmat. Baginya kebahagian itu sederhana, berkumpul bersama keluarga kecilnya ditemani kopi dan buku. Tiga hal yang tidak bisa dipisahkan darinya.

"Ayah," panggil seorang anak perempuan berusia delapan tahun.

"Lala, sudah mandi?" tanya sang ayah.

"Udah, ayah lagi baca apa?"

"Baca buku puisi."

"Apa itu puisi, Yah? Kok, Lala baru tahu." Anwar tersenyum kecil. Sudah ia duga, anaknya ini pasti masih awam dengan hal seperti ini. Usianya saja baru memasuki delapan tahun.

"Puisi itu kata-kata untuk mengungkapkan perasaan atau isi hati kita saat senang, sedih, sakit, dan marah." Anwar menjelaskan secara sederhana.

"Contohnya?"

"Lala mau dengar?"

"Mau, Ayah...." Anwar menepuk pahanya menyuruh anaknya duduk di pangkuannya.

"Lala adalah putri kesayangan ayah. Sehari saja tak mendengar suara tawanya membuat ayah rindu. Ayah ingin cepat pulang dan memeluk erat Lala, Putri kesayangan ayah." Anwar menggunakan kata-kata yang sederha berharap anaknya itu mengerti.

"Rindu itu apa, Yah?"

"Kalau ayah pergi tugas ke luar kota. Apa yang Lala rasain?"

"Sedih, pengin Ayah cepet pulang."

"Itu namanya rindu. Kalau Lala rindu ayah, Lala bisa buat puisi untuk ayah biar nggak kangen lagi."

*

Bulan terlukis indah di angkasa, menghiasi langit berteman bintang. Yola tersenyum menikmati angin malam yang menyelimuti tubuhnya. Motor Arsha melaju membelah jalan raya dengan kencang menuju indekos. Setelah selesai makan, mereka langsung pulang.

Motor Arsha berhenti di depan gerbang indekos. Yola turun dari motor Arsha dengan hati-hati. Sekarang sudah pukul delapan malam tepat. Arsha mengantarnya ke indekos sebelum larut malam. Pria itu berkata tidak baik perempuan malam-malam di luar. Ada sedikit rasa senang karena ia dikhawatirkan.

Yola memeluk erat boneka pemberian Arsha. Jujur, malam ini begitu indah untuknya, tapi ia takut jika semua itu hanya khayalan belaka. Yola sadar diri ia tidak pantas jika disandingkan dengan Arsha.

ARSHAKA - The Prince CharmingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang