3.1 Analisis Sintesis

121 32 6
                                    

Tak ada yang sia-sia sebab manusia adalah makhluk yang tak sempurna. Dan kasih sayang menyempurnakan dua insan yang berbeda.
.

.

.

Sila berspekulasi ....


"Hei bangun! Rinjani bangun!" Maharani menepuk pipi Rinjani.

Kelopak matanya dituntut untuk terbuka. Lamat-lamat Rinjani menatap langit kamar Maharani yang dibalut kelambu berwarna emas. Cahaya kuning dari lampu gantung kristal bersinau-sinau memenuhi retinanya.

"Di mana aku? Apa aku di surga?" Lagi-lagi Rinjani meracau. Nyawanya seratus persen belum pulih membuat Maharani berkacak pinggang seraya geleng kepala.

Maharani menarik paksa selimut tebal yang dipakai Rinjani membungkus tubuhnya. Terlihat raga gadis itu sedang terlelap sambil memeluk guling yang terbungkus sprei putih.

"Bangun! SUDAH SETENGAH DELAPAN!"

"ASTAGA AKU KETINGGALAN BIS!" Rinjani melompat, melempar bantal guling sembarang arah, lantas berlarian mencari kamar mandi.

Maharani memijit pelipis. Sesekali ia berpikir, apa setiap pagi saudara kembarnya selalu seperti ini? Terjaga hingga subuh, bangun kesiangan, dan pontang-panting sampai menabrak dinding.

Ya, kemarin setelah puas diajak Maharani berkeliling di sekitar rumahnya. Rinjani langsung mengunci diri di kamar megah milik Maharani kemudian membuka laptop. Bukannya belajar untuk bahan presentasi dadakan ia malah bermain video game hingga pukul dua dini hari.

Maharani menahan lengan saudarinya. "Rinjani tenanglah!"

"Bagaimana aku bisa tenang, sebentar lagi busnya berangkat, Maharani!"

Kesal dengan sikap saudara kembarnya, Maharani membungkam mulut Rinjani. "Tidak ada bis di sini! Ikut aku! Dan satu hal lagi, kau tidak terlambat. Aku hanya menipumu!"

Rinjani melongo. Matanya melihat ke arah jam besar di sudut ruangan. Pukul 06.30? Yang benar saja bajingan berkelas itu telah ditipu oleh gadis selugu Maharani!

Rinjani memasang wajah datar. "Satu kata buatmu. Jancok."

"Aku cuma takut kamu terlambat, Rinjani!"

***

Setelah setengah jam kemudian, Rinjani keluar bersama penampilannya yang luar biasa. Kemeja merah kotak-kotak yang kampungan itu tergantikan oleh sweater hitam lengan panjang. Hotpants jeans kombinasi ikat pinggang berwarna hitam lengkap dengan rantai sebagai aksesoris. Sungguh penampilan Rinjani jauh berbeda kali ini.

Rinjani melihat ke bawah lalu berputar sejenak. "Maharani, apa tidak terlalu berlebihan?"

"Ayolah Rinjani! Kamu terlihat aesthetic sekali!"

"Aku takut ibumu marah."

"Sudah jangan dipikirkan! Mari sarapan." Maharani membawanya ke ruang makan di lantai satu.

"Maharani tunggu!"

Terlambat. Tubuh Rinjani telah dibawa saudara kembarnya menuruni tangga. Di sana sudah tersedia berbagai macam menu. Selain itu, jajaran butler dan maid menyambut hangat tuan putrinya.

Para maid dan butler itu membungkuk serempak sambil mengucap. "Selamat pagi, Nona. Apa tidurmu nyenyak?"

"Pagi semua!" balas Maharani sembari melambaikan tangannya.

Mahasiswa Anjay [✔️SELESAI]Where stories live. Discover now