[END] Special Promnight (Part 2)

366 39 10
                                    

"Kamu keberatan jika manusia satu ini berdampingan denganmu?"

Rinjani menunduk. Kalimat Brian barusan membuatnya napasnya langsung tercekat. Hatinya syok begitu dia mencerna kalimatnya. Bagaimana bisa Brian menyukainya padahal mereka hanya sebatas teman? Di lain sisi ada juga yang mengatakan jikalau mustahil seandainya persahabatan antara laki dan perempuan tanpa ada rasa.

"Yan, sebenernya gue itu sayang banget ama lo. Gue juga suka sama lo apalagi waktu lo ngasih perhatian ke gue di rumah sakit waktu itu."

Brian memerhatikan setiap kata yang dikeluarkan Rinjani. Lantas gadis itu melanjutkan.

"Jujur. Gue gak mau kehilangan lo, Yan. Apalagi kita temenan udah dari awal jadi maba sampai sekarang mau skripsi."

Brian masih menyimak. "Lanjutkan Jani."

"Karena gue sayang dan gak mau kehilangan lo jadi ... sorry gue gak bisa pacaran sama lo."

"Tapi Jani aku cinta sama kamu." Brian berusaha meyakinkan.

"Kalau lo cinta sama gue terus kita pacaran, berantem, pisah, gue kehilangan lo gitu? Gila lo, Yan!" Mata Rinjani berkaca-kaca.

"Aku juga sayang sama kamu. Aku janji enggak bakal ninggalin kamu, Jani!"

"Gue lebih sayang ama lo, Yan! Makanya gue menolak karena ... karena gue gak mau kehilangan satu-satunya sahabat yang gue cinta! Gue gak mau kita pisah! Gue udah cukup ngerasain kehilangan, Yan. Apalagi dengan seseorang yang cintanya sepanjang masa."

Mengingat kenangan masa lalunya, hati Rinjani teriris. Gadis itu memegangi dadanya. Sesak rasanya kala melihat sang Ibu berlutut-lutut, mengemis minta ampun dari ayah kandungnya sendiri. Rinjani tak mau mengulangi kejadian yang sama lagi. Cukup kejadian lalu saja yang berputar di kepalanya.

"Jani ...."

"Coba Yan pikir-pikir lagi. Semisal kita berdua menjadi sepasang kekasih, lo mau persahabatan kita hancur?"

Pandangan Brian mengarah ke bawah. Yang dikatakan Rinjani ada benarnya juga. Mereka susah payah merangkul MA supaya tidak terpecah belah, membangun persahabatan mereka mati-matian, dan Brian ingin menghancurkannya dalam sekejap? Ah, dasar payah.

Brian tersenyum kecut. "Kamu benar sekali, Jani. Mana mungkin aku menghancurkan MA dalam sekejap mata."

Rinjani menoleh pada Brian sekaligus melepas seutas senyum tulus. "Sekali lagi sorry, Yan. Ini demi circle kita dan thanks udah mau ngertiin."

Brian mengembuskan napas panjang. Sejujurnya cowok itu tak terima dengan jawaban Rinjani. Namun karena rasa setia kawannya, Brian memilih merelakan cintanya untuk Jani tersayang. Apa boleh buat, Brian tak mau kehilangan sahabat-sahabatnya. Apalagi kehilangan Jani.

Pupus sudah harapan Brian untuk mengajak gadis tomboy itu ke puncak Rinjani, berdua melihat negri di atas awan berlatar belakang jingganya khatulistiwa. Cukup sampai di sini. Dia tak mau jatuh terlalu dalam. Terus-terusan meninggalkan luka. Brian masih sayang terhadap jiwanya.

Demi kesetiaan akan rekan-rekannya ia mengikhlaskan Jani. Menerima dengan lapang dada serta berusaha menutupinya meski meninggalkan luka.

When Five Minutes said, "Semakin kukejar semakin kau jauh tak pernah letih 'tuk dapatkanmu."

Sejatinya cowok memiliki sisi lemah. Mereka mudah rapuh dibanding perempuan. Namun mereka juga pandai bersandiwara seolah tak terjadi apa-apa. Berpura-pura bahagia ternyata memendam luka trauma. Manalagi lelaki yang tulus mencintai wanitanya. Jika sudah sakit hati bisa jadi ia lebih stres dari orang pengidap depresi.

Mahasiswa Anjay [✔️SELESAI]Where stories live. Discover now