3.4 Penunjang Prosedur

119 31 1
                                    

Diamnya seseorang bukan berarti tidak peduli. Mungkin dia sedang mencoba berdamai dengan dirinya sendiri.
.

.

.

Sila berspekulasi ....


"BERTAHANLAH RINJANI!!!" Seseorang sukses meraih tangan Rinjani.

Mata Rinjani berkaca-kaca, dagunya terangkat. Gadis itu tak tahu apakah ini keajaiban atau hanya sebuah kebetulan. Rinjani mencoba melihat wajah seseorang yang menyelamatkan nyawanya itu. Namun hasil yang ia tangkap hanyalah siluet pria.

"SEDIKIT LAGI!!!" erang lelaki itu sambil menarik tubuh Rinjani.

Rinjani terserentak. Suara yang ia dengar sangat familiar. Dia berusaha mengembalikan seratus persen kesadarannya. Dengan sebelah tangan serta tenaganya yang tersisa, dia berjuang meraih permukaan. Begitu pun dengan lelaki itu. Dia tersenyum lebar sekaligus bernapas lega karena berjaya menolong Rinjani. Jika saja dia terlambat semenit pasti tubuh Rinjani yang indah itu akan hancur lebur terbentur bebatuan.

Rinjani merebahkan tubuhnya sejenak di bawah sengatan matahari yang semakin condong ke barat. Dia mengatur napasnya yang tak karuan. Hari ini benar-benar gila. Lebih gila daripada kisah cinta di novel-novel remaja. Batinnya. Rinjani terduduk, ia ingin tahu siapa cowok yang menyelamatkannya dari maut.

Setelah mendapati wajah orang yang menolongnya itu jantung Rinjani memompa cepat, matanya membeliak, dan mulutnya terbuka. "Seme ... ru?"

Orang yang membantunya itu tak lain lagi adalah Semeru. Dia berjalan ke arah Rinjani. Berjongkok. Kemudian memeluknya erat-erat. Ternyata Semeru mencemaskan Rinjani. Cowok itu sampai rela mengikuti Rinjani berlari hingga ke lembah bekas tambang.

Begitu sampai di sana dirinya harus menyelamatkan nyawa seseorang yang berarti dalam hidupnya. Meski dia dilanda rasa takut, tangannya sedikit gemetar, dan jantungnya berdebar kencang, Semeru mencoba bersikap wajar. Melihat Rinjani penuh lebam di wajahnya, Semeru tak tega lalu memilih merahasiakannya.

"Syukurlah lo selamat. Tapi kok babak belur gitu?"

Rinjani yang tak suka dengan perlakuan Semeru pun mengerutkan dahi lantaran didorongnya kuat-kuat. Rinjani cepat-cepat berdiri seraya berkacak pinggang. "BUKAN MAHRAM!"

"Kasar banget nih cewek! Masih untung gue tolongin!"

"Siapa suruh lo nolongin gue?!" tekan Rinjani.

"GUE RELA NGIKUTIN LO KE SINI KARENA KHAWATIR! Bukannya berterima kasih malah memaki," sergah Semeru tak mau kalah.

"Ya udah sana pergi!"

"YA UDAH IYA!"

"YA UDAH!"

Rinjani berbalik. Saat kakinya mulai melangkah, mendadak perutnya sakit hebat. Dia pun sampai bertekuk lutut saking nyerinya. Sesekali ia terbatuk dan muntah darah. Ternyata tendangan dari pengikut Airisya luar biasa hebatnya sampai nyerinya berasa meski telah berlangsung cukup lama.

"Keterlaluan!" dengkus Rinjani.

Melihat kondisi Rinjani begitu miris, Semeru tak tega meninggalkannya sendiri. Ia pun berlari kecil menuju Rinjani. "Kalau sakit jangan dipaksa."

Rinjani menggeleng. Dia menadah tangan. Lagi-lagi batuk Rinjani mengeluarkan darah lantaran jatuh di telapak tangannya. Mengetahui darah yang dikeluarkan begitu banyak, pandangan Rinjani seketika mengabur, cairan merah di hidungnya pun menetes, serta kepalanya mengalami migrain berat.

Mahasiswa Anjay [✔️SELESAI]Where stories live. Discover now