3.3 Implementasi

104 32 0
                                    

Melarikan diri sama saja dengan bunuh diri.
.

.

.

Sila berspekulasi ….

"Mau ngeles ke mana lagi lo? Gue ada buktinya. Lo ingat waktu gue ama Brian diundang ke ruang sekre?" Rinjani menyeringai.

Rinjani menarik benda persegi berwarna hitam dari dalam saku celana. Kemudian menunjukkannya tepat di depan mata Airisya. Lantaran ia melanjutkan. "Gue sengaja nyelipin alat perekam ini di buku Dunia Sophie karya Jostein Garder."

Airisya pun membantin. Tidak bisa dipercaya! Bagaimana bisa wanita itu meletakkan recorder di ruang sekre?!

"Njirr itu alat perekam gue yang ilang!" pekik Dora.

"Kemaren sebelum pengajuan skripsi gue udah bilang sama lo, Dora the Explorer!" jelas Rinjani.

Dora menaikkan sebelah alis. "Masa sih? Perasaan Rinjani gak pernah minjam barang deh."

Ya, persis yang kalian pikirkan. Dengan liciknya Rinjani mencuri alat perekam milik Dora.

"Udah ngaku aja lo atau gue putar ini di sini?" Cewek itu berhasil membuat Airisya bungkam. Dengan senang hati Rinjani membongkar kelakuan busuknya di hadapan ketua BEM. Jari telunjuknya menekan tombol merah. Alat perekam itu mulai mengeluarkan bunyi 'ngiiiing'.

Di dalam sana terdengar sepi tanpa suara. Tak terbetik gema bunyi maupun derap langkah. Hanya Airisya seorang. Tak lama kemudian dia bermonolog. Mengeluh tentang rencananya yang gagal waktu itu.

[Sial! Kenapa coba Zeline lebih memilih mereka?! Lagian semua ini gara-gara Rinjani, cewek cerdas yang gak ada akhlak! Gue harus cari cara buat ngancurin dia dan para anggotanya.]

Rinjani menekan lagi tombol merah di alat perekam itu. Pandangannya beralih pada Fathur. "See?"

Cowok itu diam membeku tak bersuara maupun mengeluarkan kata-kata. Mendengar bukti yang terkuak di tangan Rinjani, Fathur masih tidak percaya dengan apa yang dilakukan rekan kepercayaannya. Dirinya merasa terhianati. Padahal selama ini Fathur selalu memercayai Airisya dan tidak pernah mengecewakannya. Akan tetapi, justru niatannya lebih busuk dari setan.

"Enggak mungkin!" Airisya berjalan mundur, gelagapan, keringat dinginnya keluar begitu saja, tangannya gemetar. Semua pasang mata tertuju padanya, dia ketakutan.

Beruntung hari ini adalah hari Senin, pengunjung kafe sedikit yang berdatangan hanya beberapa saja yang singgahnya sementara dan itu pun menggunakan sistem take a way atau sekedar numpang WiFi. Para remaja SMA mengistirahatkan tubuh mereka di tempat yang harusnya kita anggap sebagai rumah. Ada juga yang mampir sekedar menghilangkan dahaga dari peliknya siklus kehidupan semesta. Jadi mereka tidak terlalu peduli dengan problematika di sana.

Tepat pada saat Airisya berbalik badan, Brian dan Zeline muncul secara dadakan. Mereka berhasil membawa selusin polisi lengkap dengan pistol dan borgol. Sontak mata Airisya membelalak, jantungnya berdebar tak karuan, dahinya berkeringat, pikirannya langsung blank, dan kakinya gemetar.

"BERHENTI DISITU!!!" erang Brian. Membuat Airisya gelagapan.

Airisya menengok kiri kanan, dia berusaha mencari jalan keluar. Untungnya kali ini dewi Fortuna masih memaafkan kesalahannya. Sebuah jendela yang jaraknya tak tinggi pun terbuka lebar. Sesegera mungkin cewek itu berlari sebelum para polisi menangkapnya.

Di lain sisi Rinjani menyunggingkan bibir sambil menyilangkan tangan di dada. Dia melirik Gusti, Jamal, dan Dora sekilas kemudian bergeming. "Kayaknya bakal ada lomba lari nih."

Mahasiswa Anjay [✔️SELESAI]Where stories live. Discover now