42. Mohon ikhlaskan saja

1K 257 74
                                    

Rainne berlari terburu-buru menuju toilet karena ia sudah kebelet buang air sedari tadi. Sialnya, ia harus melewati Willy dan teman-teman cowoknya yang malah berkerumun di dekat toilet. Rainne berusaha untuk tidak terlalu memedulikan mereka dan akan lewat begitu saja. Namun, Willy yang langsung menyadari kehadirannya langsung bergerak memblokir jalan Rainne.

"Minggir lo," titah Rainne tanpa bermanis-manis.

Willy hanya tertawa kecil seraya meliri teman-temannya yang mulai berisik bersiul-siul pada Rainne.

"Bener lo udah jadian sama Angkasa nih?" tanya Willy tidak percaya dengan senyum meremehkan.

"Gue mau pacaran sama siapa kek, enggak ada urusannya sama lo, minggir!" kesal Rainne sambil mendorong bahu Willy, tapi cowok itu tetap tidak bergeming dari tempatnya dan masih menghalangi jalan Rainne.

"Haha, dibayar berapa lo semalem sama Angkasa sampe itu cowok lo jadiin pacar? Kenceng nih kayaknya bayarnya."

Mendengar itu, tangan Rainne terkepal dan tanpa ia tahan sebuah tamparan melayang ke pipi Willy dengan sangat keras.

"Jaga ya mulut lo!"

Teman-teman Willy malah tertawa saat cewek itu menamparnya. Willy yang malu dan merasa harga dirinya telah diinjak oleh seorang cewek seperti Rainne lantas mengangkat tangannya hendak memukul gadis itu.

Rainne yang takut dipukul Willy lantas menutup matanya sambil mengkeret takut. Namun, pukulan itu tidak kunjung ia dapatkan. Saat membuka mata, ia melihat Angkasa menahan lengan Willy.

"Bro, enggak malu mukul cewek?" tanya Dhirendra yang berdiri di samping Angkasa.

Willy tidak menjawab, wajahnya masih terlihat kesal bahkan saat Angkasa menghempaskan lengannya dan menarik Rainne ke belakangnya. Willy lantas mendengus sinis.

"Woi, Angkasa. Lo yakin jadiin cewek kayak dia pacar? Enggak malu apa lo punya cewek kayak gitu? Keluarga lo kan keluarga baik-baik," tanya Willy dengan tampang sengak.

Angkasa memandang Willy dingin, ia merasakan Rainne mencengkram bagian belakang seragamnya dengan erat. Willy benar-benar keterlaluan, Angkasa bisa saja menonjok cowok ini, tapi ia bukan orang yang menyelesaikan masalah dengan kekerasan.

"Lo ngomong sampah kayak gitu sebenernya karena lo suka dia, tapi dianya enggak mau sama lo'kan?" tanya Angkasa balik tanpa emosi.

"Haha, lawak lo. Kenapa gue harus suka sama cewek enggak ada harganya kayak gitu?"

"Asli dah, lo kalau ikut lomba mirip-mirip sama dajjal, pasti dajjalnya jadi juara dua." Dhirendra menggeleng tidak habis pikir pada mulut Willy yang seperti itu.

"Terus kenapa lo terus-terusan ganggu dia kalau bukan karena emang lo caper?"

Dhirendra tertawa melihat Willy diam, teman-teman cowok itu juga diam-diam menahan tawa karena cowok itu tidak bisa berkutik lagi.

Angkasa mendekat, mesikpun postur tubuhnya hampir sama setingi Willy, tapi cowok itu bisa memberikan aura intimidasi pada Willy dan membuatnya mati kutu.

"Gue pacaran sama dia, itu hak gue. Bagaimanapun dia, juga urusan gue. Lo enggak usah ikutan ribet, dan berhenti ganggu cewek gue. Bisa?" tanya Angkasa dingin.

Meskipun saat mengatakan itu Angkasa tidak menujukkan emosinya, tapi Willy merasa seperti Angkasa sedang membentak-bentaknya dan mengancamnya.

Willy berusaha bersikap cool meskipun kentara sekali ia kalah di sini, sambil tersenyum culas lelaki itu mundur dari Angkasa.

"Ya, silakan lo ambil deh tuh cewek," katanya singkat lalu mengajak teman-temannya untuk pergi dari sana.

"Stres," gumam Dhirendra heran sambil geleng-geleng kepala menatapi kepergian Willy dan teman-temannya.

Dear AnonymousOnde histórias criam vida. Descubra agora