09. Bolehkah jika ia semakin jatuh cinta?

1.8K 320 93
                                    

warning!
ada banyak adegan dan kata-kata kasar yang enggak boleh ditiru.

🌨

"Naomi! Gila lo abis dari mana sih? Dari tadi gue cariin tau," keluh Gaby saat melihat Rainne keluar dari toilet.

"Mules gue tadi," jawabnya sedikit meringis sambil menepuk-nepuk perutnya yang rata.

"Alah, gue yakin lo lama di wc juga karena asik ngaca, bukan karena mules."

Rainne terkekeh malu-malu, sementara Gaby melongos malas. Gaby sudah sangat tahu kebiasaan Rainne yang satu itu. Temannya itu senang sekali bercermin dalam waktu lama. Hanya untuk menyisir rambut, memakai bedak, atau liptint. Bahkan hanya sekedar memandangi pantulan dirinya yang memang sangat cantik di cermin sambil bersenandung pelan. Rainne dan cermin benar-benar satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.

"Minggir gais, hati-hati, ada tukang rebut pacar orang," ujar seorang siswi berbandana ungu pada tiga temannya saat Rainne dan Gaby melintas di hadapan mereka.

Rainne sudah tidak heran lagi dengan sindiran yang dilontarkan oleh Stephany padanya. Biasa, resiko jadi orang cantik dan ngehitz, pasti ada saja yang iri. Stephany dan gengnya, adalah salah satu dari sekian banyak orang yang iri dan sering sekali cari ribut dengannya secara terang-terangan.

"Jaga baik-baik deh kalau cowok lo tajir, ntar diembat Naomi lagi buat diporotin," sindir Stephany lagi sambil tertawa. "Kayak si Willy!"

"Lagi ngincer duitnya si Angkasa tuh dia, gatel banget ngejar-ngejar gitu dih enggak punya malu apa, ya? Dikira Angkasa mau kali, pasti ogahlah sama cewek modelan kayak dia."

"Eh, eh, bokap lo 'kan tajir, Ca. Hati-hati loh, katanya dia juga sering jalan sama om-om biar bisa beli ini itu!"

"Ewh, pantesan ya, hidupnya kok hedon banget," ujar Caca dengan kekagetan dibuat-buat.

"Gila, masih SMA aja kelakuannya udah begitu, enggak kasian apa ya sama orangtuanya? Pasti malu banget tuh punya anak begitu. Atau mungkin orang tuanya udah enggak mau ngurusin kali ya, makanya hidup dia sebebas itu."

Gaby menghentikan langkahnya. Ia muak mendengar sindiran-sindiran Stephany pada Rainne yang tidak pernah berhenti. Tidak hanya mulutnya yang kurang ajar, jari cewek itu juga sama saja. Di medosnya, ia sering sekali menyindir Rainne. Sudah beberapa kali dilabrak pun, cewek itu tetap saja tidak kapok-kapok.

"Heh, lo pada ngajak ribut? Gausah pake bacot, ayo sini maju lo! Gue gamparin ya itu mulut."

"Apaan sih Gab, kok jadi elo yang ngerasa," ujar salah satu teman Stephany.

"Heh, gue tahu yang lo nyinyirin temen gue ya! Kayak udah bener aja idup lo ngurusin idup orang mulu!"

"Dih, ngapain coba lo belain orang kayak dia? Heran ih, kok lo mau sih temenan sama cewek tukang morotin cowok begitu. Enggak malu apa lo jadi temennya? Gue sih malu banget," ketus Stephany.

Stephany melirik Rainne dengan tampang tidak suka. Sedari kelas 10, selalu ada saja hal-hal yang dipermasalahkan oleh cewek itu untuk dijadikan alasan cari ribut dengannya.

"Iri aja lo jelek," sahut Rainne kemudian dengan sangat tidak berminat.

Biasanya, Rainne akan meributkan hal seperti ini sampai di tahap menjambak Stephany, tapi hal itu urung ia lakukan sebab ia sedang tidak mood meladeni karena ia baru saja dibuat senang oleh seseorang. Ia tidak mau merusak mood-nya sendiri dengan meladeni Stephany.

"Tuh makanya ngaca, muka sama tangan lo aja enggak sinkron warnanya! Gapunya duit 'kan lo? Porotin dulu sana duit cowok lo buat mutihin badan biar enggak kayak tai cicak atas putih bawah item!" sentak Gaby tepat di depan muka Stephany.

Dear AnonymousWhere stories live. Discover now