25. Aku senang jika nyatanya kamu peduli

1K 252 76
                                    

Angkasa yang baru saja keluar dari salah satu minimarket membatalkan niatnya untuk langsung masuk ke mobil. Ia berdiam diri depan minimarket sambil bersidekap, memerhatikan sosok di seberang jalan yang tengah duduk di halte sendirian.

Mata tajamnya tidak kunjung teralihkan dari gerak-gerik gadis itu sedari tadi. Lidahnya berdecak kesal saat melihat gadis itu mengguyur lengannya yang berdarah menggunakan air mineral, rasanya semakin kesal saat gadis itu mengusap asal bekas darahnya dan langsung memberi obat merah hingga beleberan ke mana-mana.

Pada akhirnya, Angkasa memutuskan pergi dari sana. Melangkahkan kakinya ke halte sebrang jalan. Tanpa bersuara dan dengan gerakan tiba-tiba ia menarik gulungan perban yang sudah siap gadis itu potong menggunakan giginya.

"Jorok."

"IH! KAGET!"

Gadis itu benar-benar tersentak kaget karena kedatangan dan gerakan Angkasa yang tiba-tiba menarik gulungan perban darinya. Angkasa hanya melirik gadis itu sekilas, mengabaikan wajah sembabnya dan langsung membantu gadis itu mengobati luka di lengannya.

Sudah bisa dipastikan jika Rainne tengah tersenyum kesenengan sambil memerhatikan Angkasa yang tengah mengobati lukanya. Pikirannya bahkan sudah traveling jauh ke mana-mana. Berandai-andai jika selama ini Angkasa itu secret admirer-nya dan sering mengamatinya diam-diam lalu muncul saat ia membutuhkan. Meskipun nyatanya ia tahu sendiri hal itu tidak mungkin. Akan tetapi, tidak apa-apa. Untuk sekarang, bayangkan saja dulu. Mumpung gratis.

"Angkasa aku udah ngeduga kalau sebenernya kamu diem-diem suka sama aku. Makasih loh karena udah perhatian segininya sama aku. Makasih udah repot-repot samperin aku di sini, eh tapi kok kamu bisa tahu sih aku di sini lagi kesusahan? Ah iya, jelas banget kontak batin sama jodoh itu gabisa diragukan."

Setelah selesai mengobati lengan Rainne, Angkasa mengangkat kepalanya dan menatap gadis itu datar seperti biasanya. Ekspresi gadis itu sangat ceria, berlawanan dengan mata sembab yang masih terlihat jelas. Rasanya ini bukan kali pertama Angkasa melihat gadis itu seperti habis menangis. Ia tidak terlalu mau memedulikan alasannya apa. Mungkin gadis itu menangis saat lengannya terluka. Cewek kan memang cengeng. Dikit-dikit nangis.

"Kenapa sih liatin aku kaya gitu? Udah mulai jatuh cinta?" tebaknya dengan sangat percaya diri.

"Lo berisik seperti biasanya."

Bangkit dari duduknya, Angkasa melangkahkan kaki meninggalkan Rainne di tempat. Gadis itu tentu saja dengan segera mengikuti. Menarik lengan Angkasa dan membuat langkahnya terhenti.

"Angkasa," panggil Rainne.

Angkasa membalik badannya, berhadapan langsung dengan Rainne. Gadis itu tersenyum teramat lebar sambil menatapnya dengan sorot mata berbinar. Sementara Angkasa, ekspresi wajahnya tetap sama dan membosankan.

"Apa?" tanya lelaki jangkung itu karena Rainne tidak kunjung bersuara dan malah menatapinya terus.

"Hehe."

"Apa?" ulang Angkasa lagi.

"Itu ... kan kamu udah obatin luka aku, apa enggak mau sekalian kamu ajak aku jalan gitu?"

"Engga."

Raut wajah penuh harap dan supercerianya beberpa detik lalu langsung lenyap begitu saja.

"Yah, udah aku duga, sih. Yaudah deh gamau maksa. Dadah! Makasih udah obatin luka aku, hehe kamu baik deh," katanya dengan sangat tulus diakhir kalimat.

Setelah melambai-lambaikan tangannya pamit pada Angkasa, Rainne berbalik hendak pergi. Namun, belum ada dua langkah ia pergi dari sana, Angkasa malah menarik lengannya.

Dear AnonymousWhere stories live. Discover now