50. Berbalik

950 251 254
                                    

Ada yang salah dengan badannya, Rainne merasa hari ini ia tidak sehat. Maka dari itu ia memutuskan untuk beristirahat di UKS sebentar, hanya sampai pusing di kepalanya mereda. Namun, meskipun mencoba untuk tidur dan beristirahat, kepalanya terus-terusan tidak bisa berhenti memikirkan semua masalahnya.

Bahkan sekarang semakin dibuat pening karena kerusuhan yang tiba-tiba di UKS. Beberapa gadis yang baru masuk ke UKS itu sangat berisik karena panik. Rainne menoleh ke samping kanannya dan melihat beberapa bayangan orang dibalik tirai yang menjadi pemisah. Gadis itu mendesah frustrasi lalu kemudian mencoba memejamkan matanya lagi.

"Jangan terlalu berisik ya, lagi ada yang istirahat itu," ujar Bu Helen memperingatkan para gadis itu agar berhenti panik dan untungnya mereka langsung menurt.

"Fanya, lo enggak apa-apa 'kan kita tinggal?"

"Iya, enggak apa-apa kok."

"Yaudah kita ke kelas ya," ujar mereka. "Kak Angkasa, makasih ya."

Mata Rainne yang sebelumnya tertutup kini terbuka saat mendengar nama itu disebut. Ia menoleh pada tirai pemisah dan melihat siluet seorang laki-laki tengah duduk di sisi brankar. Tidak salah lagi, itu pasti Angkasa-nya. Dan lelaki itu disini bersama Fanya dan untuk Fanya.

Alih-alih bangun dari posisi tidurnya dan menghampiri Angkasa, Rainne malah diam saja. Ia ingin tahu apa yang akan terjadi diantara kedua orang ini. Meskipun sebenarnya hatinya merasa sedikit kecewa karena Angkasa yang terus menghindarinya tapi malah bersama Fanya.

"Kak Angkasa enggak perlu nungguin aku, aku baik-baik aja," kata gadis itu pelan.

"Om Farhan kemarin udah ngasih tahu, soal kamu."

"Papa cuma terlalu khawatir, aku baik-baik aja kok serius."

"Kamu bisa cerita sama kakak kalau emang ada masalah."

"Enggak kok, aku cuma .... Enggak apa-apa, kakak enggak usah terlalu mikirin itu."

Hening, Rainne tidak mendengar apa-apa lagi. Ia bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi diantara keduanya dan mengapa harus bertepatan dengan Angkasa yang salah paham padanya. Fanya kenapa? Apa yang papa Farhan beritahu pada Angkasa tentang Fanya? Mengapa Angkasa sepertinya harus peduli pada apa pun yang terjadi dengan gadis itu?

Rainne merubah posisi tidurnya menjadi bersandar pada dinding. Menahan diri untuk tidak mengeluarkan semua isi hatinya saat ini langsung pada Angkasa dan Fanya. Ia memilih untuk tetap diam dibalik tirai pemisah itu.

"Kak ...."

"Kenapa?"

"Aku boleh tanya sesuatu?" tanya gadis itu dengan nada ragu-ragu.

"Tanya aja."

Ada jeda beberapa saat sebelum Fanya melontarkan pertanyaannya pada Angkasa. Rainne ikut penasaran dan merasa tidak tenang.

"Kakak sama Kak Naomi udah putus?"

Angkasa pun tidak langsung menjawab, lelaki itu diam. Namun, diamnya Angkasa itu membuat Rainne sedih. Gadis itu mengigit bibirnya, menahan gelombang kesedihan yang tiba-tiba datang.

Kenapa, Angkasa? Kenapa kamu enggak jawab kalau kita masih pacaran? Apa menurut kamu kita emang udah berakhir? batin Rainne bertanya-tanya.

"Enggak usah terlalu khawatirin itu," jawab Angkasa pada Fanya.

"Aku cuma mau tahu. Kakak beneran sayang sama kak Naomi? Apa kakak masih peduli dan mau sama dia?" tanya Fanya lagi.

Rainne mengepalkan tangannya. Ia ingin sekali bertanya langsung pada Fanya apa tujuannya bertanya seperti itu pada Angkasa. Mengapa gadis itu terlihat seolah memerlukan validasi mengenai perasaan Angkasa untuk Rainne. Ah, Rainne lupa. Tentu saja Fanya memerlukan itu. Sebab Fanya masih menyukai Angkasa dan masih berusaha untuk mendapatkannya.

"Berhenti mikirin hal-hal enggak penting, lebih baik kamu istirahat. Kondisi kamu lagi enggak baik."

"Tapi ... Kak Angkasa sayang sama aku, 'kan?" desak gadis itu karena tidak puas mendapat jawaban soal Rainne.

"Iya Fanya," jawab Angkasa cepat.

Tanpa Angkasa dan Fanya ketahui, gadis yang sedari tadi berada dibalik tirai pemisah itu menundukan kepalanya sambil tersenyum miris. Sebutir air mata jatuh pada punggung tangannya. Sikap diam Angkasa untuk setiap pertanyaan Fanya tentang dirinya ternyata cukup melukai hati Rainne.

Jika memang lelaki itu menyayanginya, harusnya ia menjawab dengan tegas pada Fanya. Mengapa Angkasa hanya diam? Apa ia sedang mencoba menjaga hati Fanya? Lalau bagaimana dengan dirinya? Apa Angkasa sama sekali tidak peduli pada hati Rainne lagi?

Bodoh Rainne. Bukankah sudah jelas? Sedari awal lelaki ini memang hanya kasihan padanya. Angkasa tidak pernah benar-benar peduli dan menyayanginya tulus dari lubuk hati. Lelaki itu hanya kasian. Harusnya Rainne sadar diri.

🌧

Hari ini, mama sudah pulang ke rumah. Kondisinya sudah sedikit lebih membaik meskipun mama masih sering melamun dan tiba-tiba menangis.

Angkasa berdiri di ambang pintu kamar orang tuanya sambil memerhatikan papa yang tengah menyelimuti mama. Ia mengurungkan niatnya untuk masuk dan melangkah pergi dari sana. Meskipun papa terlihat perhatian belakangan ini, tapi Angkasa tetap tidak bisa melupakan apa yang sudah papanya itu lakukan pada mama hingga terluka seperti ini.

Itu masih belum cukup untuk membayar apa yang telah lelaki itu lakukan.

Kembali ke kamarnya, Angkasa kini hanya berdiri mematung di hadapan jendela kamarnya yang terbuka. Ia setia di sana untuk beberapa saat, menatap dengan sorot mata marah pada hujan yang jatuh sore ini. Ada banyak sekali hal yang menganggu pikirannya. Tentang keluarganya, tentang Rainne, dan juga kini tentang Fanya.

Rainne. Kekecewaan Angkasa terlalu besar pada gadis itu hingga membuatnya muak hanya untuk sekedar melihatnya saja. Angkasa benar-benar tidak tahu harus melakukan apa pada gadis itu. Ia ingin sekali membencinya, menghancurkannya seperti yang telah gadis itu lakukan pada keluarganya. Namun, hati kecil Angkasa masih menyimpan perasaan kasihan dan membuatnya bingung bertindak terlalu jauh. Maka dari itu ia memilih mendiamkan Rainne, sampai gadis itu menyerah lalu kemudian pergi sendiri dari hidupnya.

Hujan semakin deras, pandangan Angkasa turun ke jalan di depan rumahnya dan tak sengaja ia menemukan sosok gadis yang sedari tadi ada di pikirannya. Gadis itu masih dengan seragam sekolahnya berdiri di depan pagar rumahnya, membiarkan hujan menguyur tubuhnya.

Entah sudah berapa lama gadis itu di sana, hanya diam mematung dengan tatapan nanar.

Mungkin gadis itu sengaja berdiri di sana sambil hujan-hujanan hanya untuk menarik perhatian Angkasa seperti sebelum-sebelumnya.

Namun, kali ini Angkasa berusaha untuk membuang kepeduliannya. Tidak lagi, ia tidak mau lagi terlalu peduli pada Rainne. Meskipun sebenarnya Angkasa merasakan ada sedikit getaran di hatinya dan perasaan tidak tega kala melihat gadis itu di sana dengan kondisi seperti itu.

Tidak peduli, Angkasa harus tidak peduli. Setitik perasaan peduli yang sempat hinggap itu segera ia tepis jauh.

Berbalik, Angkasa memilih memunggungi gadis itu dan meninggalkannya beridiri sendirian di bawah hujan.

🌧

it's ok kalau kalian mau benci sama Angkasa dan maki-maki dia mulai dari sekarang.

sini maki maki Angkasa cepet!

sejauh ini masih waras kan? belum klimaks loh gais ini masih remehannya 💞

kalian berharap Rainne Angkasa balikan? Apa berharap Angkasa kena karma terus menderota karena ditinggal Rainne?

mana sini komen emot 😭😭 yang banyak

Dear AnonymousWhere stories live. Discover now