10. Hujan dan sosok entah siapa

1.7K 325 195
                                    

Ada kalanya Angkasa tidak mengerti dengan dirinya sendiri. Ia heran mengapa dirinya tidak pernah berpikir panjang dalam bertindak. Bukannya apa-apa, hanya saja ia baru terpikir dampak berikutnya setelah ia lagi-lagi menaruh sedikit kepedulian pada Rainne.

"Angkasa aku tahu sebenernya kamu suka sama aku!"

Angkasa yang baru saja keluar dari Lab Kimia langsung disambut oleh gadis yang kini mengenakan hoodie miliknya.

Gadis itu kini menjadi perhatian seluruh anak-anak kelas 12 IPA 5 yang baru keluar dari Lab Kimia. Tahu bahwa yang dipakai Rainne itu adalah hoodie milik Angkasa, mereka mulai menerka-nerka sesuatu. Angkasa sendiri malas untuk sekedar melirik, ia memilih melangkahkan kakinya pergi dari Lab Kimia. Meninggalkan teman-temannya yang mulai berisik heboh dan juga meninggalkan sumber dari berisik itu sendiri.

"Angkasa tungguin dong!"

Heran, apa tidak ada hal yang bisa dilakukan gadis itu selain menganggunya?

Angkasa membenarkan posisi tas punggungnya di salah satu bahu. Ia bisa mendengar langkah kaki Rainne semakin mendekat padanya, bahkan ia yakin jika gadis itu setengah berlari untuk mengejarnya.

"Angkasa!"

Gadis itu bergerak cepat dan melompat ke depan Angkasa, membuat lelaki itu agak tersentak mundur. Angkasa kesal dengan kebiasaan Rainne yang muncul tiba-tiba dan sering sekali melompat ke hadapannya seperti itu.

"Minggir."

"Pulang bareng yuk?" ajak Rainne. Mengabaikan titahan Angkasa untuk menyuruhnya minggir.

"Enggak."

Dhirendra yang kebetulan lewat menahan tawa mendengar jawaban Angkasa untuk Rainne itu. Membuat Rainne mendelik sebal pada lelaki itu.

"Bro, jangan lupa," ujar Dhirendra sambil menepuk bahu Angkasa dan berlalu pergi setelah nyengir geli pada Rainne.

"Ih Angkasa, aku enggak bawa mobil loh, enggak ada yang jemput aku juga. Masa kamu tega sih?" ujar Rainne memelas. Mengeluarkan ekspresinya yang biasanya mempan untuk meluluhkan kaum lelaki.

"Enggak peduli," ujar Angkasa sambil menyingkirkan bahu Rainne dengan satu tangannya.

Bisa-bisanya dia tahan sama pesona gue anjir! Ok, Rainne! Lo enggak boleh nyerah gitu aja! Cowok kayak Angkasa langka banget di Epsilon, pokoknya harus lo dapetin!

"Kamu peduli! Iya sebenernya kamu tuh peduli cuma gengsi aja, udah deh ayo kita pulang bareng."

Rainne tidak akan menyerah untuk minta diantar pulang. Ia mengekor di belakang Angkasa dan terus merengek minta diantar pulang. Sementara Angkasa malah bersikap cuek bahkan enggan menanggapi ocehan Rainne.

"Sekali ini aja, please anterin pulang. Ya, ya, mau, ya?" rengek Rainne. Gadis itu berjalan lebih cepat dan menyusul langkah-langkah panjang Angkasa.

Rainne memutar badan sehingga ia berjalan mundur sambil terus merengek minta diantar pulang.

"Enggak," sahut Angkasa lagi dengan sedikit penekanan sambil menatap pada Rainne dingin.

Rainne cemberut, kesal karena sikap Angkasa yang cuek setengah mati padanya. Padahal ia hanya ingin diantar pulang, sekali saja. Tentu saja ini bukan pertama kalinya Rainne memohon untuk diantar pulang, tapi jawaban dari Angkasa tidak pernah berubah.

Biasanya, cowok-cowok yang memaksa untuk mengantarnya pulang, tapi sekarang yang ia lakukan pada Angkasa justru sebaliknya.

Karena suatu ketidakmungkinan jika Angkasa duluan yang menawarinya untuk diantar pulang. Maka dari itu, Rainne yang harus maju dulu seperti ini.

Dear AnonymousWhere stories live. Discover now