☘️ Chapter__09 ;; Perasaan Yang Tumbuh Di Tengah Hujan

4.1K 694 66
                                    

MARK menenteng sebuah sepeda yang dipinjamnya dari pihak sekolah. Di sini memang disediakan beberapa sepeda untuk digunakan murid-murid untuk pergi ke kota jika tidak ingin menggunakan bus.

Di dekat gerbang, Mark dengan senang hati menunggu kedatangan Haechan. Mereka sudah berjanji untuk bertemu jam sepuluh pagi, hari ini sekolah libur karena memang sudah hari minggu. Dan kebetulan juga bokong Mark sudah tidak sakit lagi.

"Mark!" teriak Haechan dari kejauhan, ia berlari kecil sambil melambai ke arahnya.

"Pelan-pelan, aku tidak akan meninggalkanmu Haechan. Kau bisa saja terjatuh."

"Hahh...hahh, aku takut kita akan kesiangan jika aku terlambat. Dan aku tidak tau kau juga sudah mengambil sepeda, tunggu sebentar di sini aku akan mengambil sepedaku."

Haechan hendak berbalik namun tangannya lebih dulu ditahan oleh Mark.

"Kita gunakan ini, aku akan memboncengmu. Kau tidak perlu mengayuh sepeda."

"Apa? Berdua? Aku tidak mau. Kau akan lelah, jarak antara sekolah dan kota itu sangat jauh. Aku tidak mau, kau tunggu di sini."

Mark tidak melepas tangan Haechan.

"Tidak mau, tidak ada penolakan sama sekali, cepatlah. Bukankah kau tidak ingin terlambat. Aku sengaja mengambil sepeda yang ada boncengannya. Ayolah."

Mark dengan cepat menaiki sepeda dan menunjuk jok belakang sepeda menggunakan gerakan kepalanya pada Haechan, memberi kode agar dia segera naik. Dia memang sengaja.

"Tapi Mark." Haechan tampak ragu.

"Tidak apa, sudah aku katakan aku ini kuat. Kau ini, cepatlah. Atau aku akan meninggalkanmu."

"Ah...jangan seperti itu Mark. Baiklah baiklah, aku akan naik."

Dan pada akhirnya Haechan naik ke jok belakang, duduk manis dengan berpegang pada ujung kemeja Mark, untuk berjaga-jaga agar tidak terjatuh.

"Apa itu caramu berpegangan? Kau tidak pernah dibonceng?"

"Tentu saja pernah, ini sudah benar. Memangnya apa yang salah? Aku sudah duduk di belakang dengan tenang, aku juga sudah berpegangan. Lalu apa lagi?"

Mark berdecak.

Ia menarik kedua tangan Haechan yang memegang ujung kemejanya, melingkarkannya di perutnya dengan santai dan nyaman. Tindakan itu membuat kepala Haechan harus terbentur sedikit di punggung Mark.

"Uhhh...kau menariknya terlalu keras Mark."

"Ini baru cara yang benar, sekarang kita berangkat."

Akhirnya Mark menaruh satu kakinya pada pedal sepeda, dengan keseimbangan yang sempurna ia mengayuh sepeda itu dengan membawa Haechan di belakangnya. Meninggalkan arena sekolah untuk pergi ke kota terdekat.

"Kau masih mengingat jalannya kan Mark?"

"Tentu aku masih ingat, jalan di sini tidak terlalu banyak. Tidak seperti di kota yang memiliki jalan bercabang, jadi duduklah dengan santai."

"Aku kira kau memiliki ingatan yang pendek Mark." Haechan terkekeh.

"Kau berani mengejekku Haechan? Awas saja kau ya, aku akan mengajakmu untuk ngebut. Bersiaplah."

Mark dengan cepat mengayuh kedua pedal itu dengan seirama dan kencang, membuat kecepatan sepeda semakin meningkat. Dia hanya tersenyum puas saat dirasakannya pelukan Haechan semakin kuat di perutnya.

"MARK PELAN-PELAN, AWAS! JALANANNYA MENURUN. MARK!!"

Mar tidak mendengar, dia semakin kuat mengayuh. Sepeda mereka benar-benar dengan cepat menuruni jalanan, dan Mark sama sekali tidak menurunkan kecepatan. Bahkan saat sepeda itu kembali ke jalan yang datar Mark masih mengayuhnya agar kecepatannya tidak menurun.

[05] TrustWhere stories live. Discover now