3. Kilat Masa

93 78 26
                                    

"Masa belakang adalah teman dari masa depan. Tak ada kata belakang maka tak akan pernah tercipta kata depan. Mereka bersama, beriringan dan saling berkaitan"

...........

****


Don't copy, plagiarize, trace or the like.  Respect others when you want to be appreciated.  Let's respect each other.



Flashback on

Ujung baling-baling itu semakin terlihat, kobaran api dari berbagai sisi kian mendekat dan bertambah ganas, menambah hawa panas di sekitarnya. Langkahnya semakin berat, kakinya ia seret untuk terus berjalan.

Napasnya yang kian menyekik kini sudah tak tertahan, tubuhnya seakan ingin tumbang saat itu pula.

Arghhh,” tangannya mencengkram perut yang dipenuhi dengan cairan merah. Luka tembakan itu semakin membuat langkahnya berat.

Namun ia tak lantas berhenti, mencoba tetap menghindar dari percikan api yang kian besar, pemuda itu mempercepat langkahnya dengan terseok-seok.

“Aglar!! Cepat, kau pasti bisa!” seorang pria lain yang berada di tengah pintu Helikopter, yang saat ini tengah terbang tepat berada di ujung gedung. Jaraknya semakin dekat dengan kobaran api, mencoba mendekat pada Aglar.

“Lebih cepat sedikit Aglar!” itu suara pria yang lebih tua, ia juga sedang menanti di pintu masuk Helikopter.

“Kita tak bisa tinggal diam. Aku akan menjemputnya,”

“Jangan Bilon! Itu terlalu beresiko,” ujar pria tua itu lagi.

“Dia bisa mati!” pria yang dipanggil Bilon itu berujar dengan nada tinggi.

Aku tak dapat menunggu lebih lama lagi,” Bilon memegang sisi pintu dan mengambil ancang-ancang akan turun, sebelum akhirnya tangannya ditarik paksa masuk oleh pria tua tadi.

“Kau lihat! Api semakin mendekat ke arah kita. Ini akan menjadi masalah besar jika terkena badan Helikopter,”

“Apa maksud anda? Anda ingin kita meninggalkan Aglar?!” Bilon beteriak frustasi.

“Jika keadaan memaksa,”

“Tak akan Kapten! Apapun yang terjadi kita tidak bisa meninggalkan Aglar,”

“Jangan pergi. Kumohon,” Aglar berucap getir, butuh tenaga besar hanya untuk mengeluarkan suara. Nyatanya, ucapannya barusan bahkan tak dapat terdengar oleh Bilon maupun sang Kapten, karena jarak mereka yang masih jauh.


Bruk



Tubuh Aglar sudah benar-benar tumbang, kedua lututnya bersimpuh dengan tangan kiri yang masih setia mencengkram perut. Sedangkan tangan kanannya mencaji pondasi untuk kembali berdiri.

“Kita tidak punya waktu lama. Tan! cepat jalankan Helikopter pergi menjauh dari sini,” Pria tua yang ternyata adalah seorang Kapten itu memberi arahan pada seorang pria di balik kemudi, saat dirinya melihat api yang semakin mendekat ke arah mereka.

“Apa-apaan Kapten? Tidak, hentikan! Aglar sedang kritis disana, Kaptennn…..” Bilon berteriak gusar kala Helikopter berputar arah.

Dengan kaki gemetar Aglar mencoba kembali berdiri, ia menatap Helikopter di depannya bergerak menjauh. Matanya menatap nanar kilat kejadian di depannya saat ini. Rekan-rekannya meninggalkannya…... mereka.. membuangnya.

SIONTERWhere stories live. Discover now