9. Gurun

58 36 30
                                    

"Terkadang seseorang tidak ingin menjadi dewasa bukan karena ingin menghindari tanggung jawab dan tuntutan. Namun karena respon lingkungan. Selalu dituntut kuat dan tangguh dalam segala hal, nyatanya hati kita masih sama seperti 10 tahun yang lalu."

*****
.......









Derungan suara Bus yang terasa berat kala melewati bebatuan dan lobang-lobang yang cukup besar itu mampu mengusik istirahat nyaman dari penumpangnya. Jalanan yang cukup ekstrem ini berhasil menggoyangkan badan Bus ke kanan ke kiri tanpa perasaan. Hingga membuat para penumpangnya terjaga dari tidur yang terbilang singkat.

Rayn yang saat ini berada di balik kemudi menggantikan Aglar, mulai resah melewati jalanan yang menguras tenaga Bus yang ia komandoi. Begitu pula dengan Javas, yang merasa makanan yang ada di perutnya seperti di blender. Mereka adalah salah dua, yang masih setia terjaga di sepanjang jalan. Mengingat Javas yang bertugas memegang denah petunjuk lokasi dan Rayn yang ada di balik kemudi, tidak memungkinkan keduanya untuk tertidur seperti rekan-rekannya yang lain.

Aglar, Prisha, Ettan, Galen, Jiren dan Gempa sebetulnya terus berusaha untuk terjaga sedari tadi. Namun angin yang masuk begitu menenangkan dan membelai untuk menuju ke alam mimpi, ditambah pula jalanan yang bergelombang membuat mereka seperti di ayunan. Sehingga semakin lama, tanpa sadar mereka semua kecuali Javas dan Rayn, terhipnotis menuju alam mimpi yang sangat menjanjikan energi baik saat terbangun nanti.

Jiren menjadi orang terakhir yang terlelap, sekitar 1 jam yang lalu. Ia terus mengoceh membicarakan apa saja yang ada di benak dan pikirannya, bertujuan untuk menemani Rayn mengobrol agar pemuda itu tidak mengantuk tentunya. Karena bisa bahaya jika Rayn mengantuk.

Namun lama kelamaan energinya mulai habis, ia bersandar di badan kursi menikmati pepohonan yang terpancar di luar jendela. Lama kelamaan rasa kantuk mulai menghampiri, sehingga tanpa sengaja ikut menyusul rekan-rekannya yang lain, ke alam mimpi.

"Badanku bisa remuk jika begini," Javas merenggangkan badannya, merasakan pegal di sekujur tubuh.

"Tempat ini benar-benar tidak terlihat terawat. Aku lebih terasa seperti menaiki kuda ketimbang Bus," Rayn yang ada di depan sana menyahut melihat sekeliling jalanan.

"Semakin lama, kenapa aku tidak melihat pepohonan lagi," Javas mengernyit bingung melihat ke luar jendela Bus.

"Kau benar, udara juga semakin panas." Ujar Rayn.

"Apa kita tersesat?" Tanya Javas ke arah Rayn.

"Yang benar saja! Sedari tadi kau yang memegang maps. Jangan sampai kami membuangmu di tempat ini, kau lihat lagi yang benar." Rayn mulai merasa panik namun tetap menjalankan Bus-nya.

"Tenang-tenang, aku hanya bercanda." Javas tertawa di melihat wajah panik Rayn.

"Kurang ajar," Rayn mengumpat spontan. "Aku tidak bisa membayangkan jika kita tersesat. Mencari jalan keluar saja tak kunjung usai, apalagi tersesat!"

"Selagi kita mengikuti maps dengan benar. Kau tak perlu khawatir," Javas mencoba menenangkan Rayn.

Jiren menggeliat kecil di samping Javas, ia dapat melihat gadis itu mengucek-ucek matanya yang sedikit merah. Merasa diperhatikan, Jiren menatap balik Javas.

"Apa aku tertidur di pundakmu?"

"Hah? Ah.. iya. Tapi bukan masalah honey," seperti biasanya, Javas selalu membalas dengan senyuman tulus.

"Maafkan aku, bahumu pasti keram. Aku juga malah tertidur," Jiren mencebikkan bibir.

"Sudah kubilang itu bukan masalah. Aku senang karena itu," Javas dengan seribu satu gombalan mautnya yang mendapat respon ingin muntah dari Rayn yang mendengarkan di depan sana.

SIONTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang