10. Brum

57 34 25
                                    

"Terkadang kita terlalu berharap lebih, untuk seseorang yang dipaksa menghargai karya kita."

...........

****


Dilarang memplagiati, menjiplak, mengcopy dan menyalin dalam bentuk apapun. Semua naskah dilindungi Undang-Undang yang mengikat.

Terlalu amburadul untuk diplagiati.







Ketukan dari sepatu pantofel yang menyentuh permukaan marmer itu membuat suara yang merdu dan berirama. Menapakkan ujung tumit dengan penuh kewibawaan pada setiap langkah di kaki jenjangnya yang ia bawa menyusuri sudut ruang.

Bibir yang terkatup dengan sorot mata tajam, tak terlepas mengunci pandangan seseorang yang bersimpuh di depan sana. Membiarkan dua orang berpakaian serba hitam memegang kendali atas kedua tangan yang sengaja ditarik ke belakang.

"Bangun," satu kata terucap dari celah bibirnya dengan sangat elegan.

Dua orang yang ditugaskan memegang kendali atas sekarang pemuda yang tengah bersimpuh itu menariknya berdiri dengan sedikit kasar.

"Melupakan peraturan?" Lelaki yang berdiri di hadapannya itu bertanya dengan satu alis terangkat.

"Fuck!"

Sang lawan bicara itu berdecih, membuang arah pandang diiringi tawa yang cukup canggung setelahnya, mendengar satu kata yang terlontar dari mulut pemuda di hadapannya saat ini.

"Remaja sepertimu, tidak mengerti apa-apa. Cukup taati semua peraturanku, maka kau akan baik-baik saja."

"Omong kosong! Tikus sepertimu, hanyalah sebuah sampah yang ingin memperalat semua orang!" Remaja itu berteriak dengan penuh emosi di hadapan seorang pria tua yang dikatakan sebagai seorang pemimpin, oleh kedua orang yang memegang tangannya saat ini.

"Wah! sudah mempelajari bahasa Indonesia dengan bagus rupanya?" Kingbos menampakkan ekspresi senang yang dibuat-buat. Sebelum akhirnya kembali ke setelan awal, datar dan penuh itimidasi. "Kau harus ingat satu hal, gunakan bahasa Indonesia atau Melayu dengan baik dan benar, di sini. Itu peraturan paling dasar yang harus kau taati." Lanjutnya kembali pada remaja itu.

Melihat respon remaja itu yang hanya diam dan menatapnya tajam, Kingbos kembali mengeluarkan sebuah kalimat dengan sangat tenang. "Aku sudah terbiasa menghadapi anggota baru yang mengamuk sepertimu. Itu bukan hal yang aneh lagi untukku. Saat ini mungkin kau belum terbiasa. Tapi suatu hari nanti kau juga akan terlatih seperti mereka."

"Shut up!! Kau, apa kau tidak memikirkan bagaimana keluarga mereka. Hah?" "Oh, orang tidak punya hati sepertimu. Tak akan pernah mampu memikirkan perasaan orang lain. Benar kan?!" Dapat terlihat kilatan amarah yang terpancar dari sorot mata seorang remaja, yang diketahui berusia sekitar 18 tahun itu. Ia tidak dapat mengontrol emosinya yang meledak-ledak, terbukti sedari tadi ia selalu berbicara dengan nada tinggi.

"Bawa dia ke kamarnya. Bocah ini perlu banyak istirahat." Jengah mendengar ocehan remaja yang selalu mengatainya itu. Kingbos berbalik arah, meninggalkan orang-orang yang ada di ruangan sempit itu dengan santai.

"Nooo! Aku tidak ingin di sini. Aku mau pulang! Pulang! Lepaskan aku, aku ingin kembali. Heii! Arghh. Kau mendengarku, no!!" Remaja itu terus berteriak ketika melihat Kingbos meninggalkannya. Namun Kingbos sama sekali tidak menggubris dan memilih tetap melanjutkan langkahnya dengan pasti.






SIONTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang