7. Misi Mencari Lokasi

90 58 84
                                    

"Tak ada luka yang benar-benar sembuh. Ia hanya terkikis dan mengering. Hingga dapat kembali basah kapan saja."

.....

****


Deretan amunisi yang telah tersusun rapi dengan berbagai perlengkapan keamanan yang terpasang di setiap jengkal tubuh itu kian memperkuat persiapan mereka.

Memastikan tak ada kelalaian atau kesalahan yang akan berakibat fatal, mereka memeriksa setiap senjata dan berbagai perlengkapan lain yang kini telah dimasukkan ke dalam tas besar.

"Pastikan tak ada yang tertinggal satupun," Aglar memeriksa setiap sudut penginapan yang akan mereka tinggalkan, sebentar lagi. Tubuhnya ia bawa pada kolong meja yang ada di sudut ruang. Memastikan semuanya benar-benar bersih dan tak ada meninggalkan jejak sedikitpun.

"Kau yakin ini akan berhasil?" Galen mengatur jam tangan yang dilengkapi kompas canggih pada pergelangan tangan kirinya.

Merasa pertanyaan itu ditujukan pada dirinya, Aglar beranjak bangkit dan menengok ke arah Galen. "Javas telah menemukan lokasi itu, apalagi yang kita pikirkan?"

"Maksudmu, kita bahkan tak pernah kesana. Oh bukan," Galen mengoreksi ucapannya. "Kita bahkan tak pernah mengetahui tempat itu. Bahkan saat kita masih di Ghanser sekalipun,"

"Jadi kau lebih memilih untuk tetap berdiam diri di sini?" Aglar melontarkan pertanyaan itu pada Galen. "Oh maaf saja. Aku akan tetap pergi kesana, apapun resikonya." Ucapnya mutlak, menghampiri Javas yang sibuk mengotak-atik layar laptop.

Ettan menepuk pelan bahu Galen memberi kode padanya untuk memaklumi perkataan Aglar. Ettan tau, Galen hanya kelewat khawatir untuk kembali menjelajah alam bebas, mengingat tragedi perang peluru saat mereka terakhir kali berhadapan dengan pasukan Ghanser.

"Aku tak dapat melacak lokasinya lebih jauh. Entah kenapa sinyalnya selalu terputus," keluh Javas pada Aglar.

"Apa mungkin karena tempat itu yang jarang terjamah orang?" celetuk Jiren mendengar ucapan Javas tadi.

"Bisa jadi honey. Tapi aku yakin, ada sesuatu di tempat itu. Radarnya menunjukkan grafik yang sangat pekat, seperti sebuah sinyal untuk wilayah pemukiman. Namun, entah kenapa ini sangat sulit untuk diterobos," jawab Javas yang masih terus berusaha.

"Tak apa, setidaknya kita sudah memiliki denah lokasinya." Sahut Ettan mendekat.

"Tapi setidaknya jika sinyalnya kembali terdeteksi. Ada kemungkinan kita bisa menemukan jalan lain. Selain denah yang ditemukan Javas saat ini," Rayn mendudukan dirinya di kursi dekat Javas. "Aku tak dapat membayangkan, apa kita bisa sanggup menuju tempat itu dengan jarak yang sangat amat jauh. Seperti yang kau ucapkan kemarin kan Glar?" Sambung Rayn kembali.

"Iya, Rayn benar. Lokasinya sangat jauh. Tapi mungkin, kita masih bisa memanfaatkan tranportasi di kota ini," Prisha yang baru saja datang dari belakang berjalan mendekat, memegang pundak Jiren.

"Mana bisa! Jika kita mau menyewa atau membeli mobil, tentu saja memerlukan kartu identitas. Kau mau kita menyerahkan diri dengan suka rela?" Sangkal Ettan.

"Sedikit rayuan, tak akan jadi masalah." Balas Prisha menyunggingkan senyum yang dibalas kerutan kening oleh Ettan.

"Ngomong-ngomong dimana Gempa?" Merasa sosok itu tak ada muncul sedari tadi, Aglar mulai risau.
























"Kacau! Kacau!!"

Suara gaduh dari arah pintu membuat sekelompok pemuda itu menoleh ke sumber suara. Melihat sosok Gempa yang baru saja dibicarakan muncul dengan wajah panik terengah-engah.

SIONTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang