Chapter 2

135 15 0
                                    

Malamnya Lia memutuskan untuk beristirahat di kamar Ruth. Ia menghempaskan tubuhnya ke kasur sembari mengingat-ngingat kembali apa yang tadi disampaikan oleh bu Retno saat di ruang auditorium.

Flashback on

"Jadi mereka-mereka ini yang akan mewakili sekolah kita!" ujar Darma tak percaya.

"Iya, begitulah," jawab bu Retno singkat.

"Ck, jangankan masuk final baru sesi pertama aja mereka pasti udah langsung kalah. Ibu tau kan kalau nilai mereka itu di bawah rata-rata," Alvina mencibir.

"Setuju banget! sebagian dari mereka juga pasti masuk ke sini melalui jalur keempat. Jadi mana mungkin mereka bisa diharapkan!" Lia menolak dengan keras ide bu Retno untuk menjadikan mereka semua sebagai perwakilan sekolah.

"Aku kenal sama anak ini, namanya Tiara dan dia dulu adik kelasku di SMP. Dia juga termasuk anak yang pintar jadi aku gak masalah kalau dia yang terpilih untuk menggantikan aku di olimpiade sejarah nanti." Vira maju ke depan untuk menghampiri adik kelasnya yang bernama Tiara.

"Tapi kalau yang lainnya mungkin gak bisa diandalin deh," tambahnya dengan ekspresi tak suka.

"Apa lagi anak ini! semua orang juga tahu kalau dia itu anak berandalan dan udah berkali-kali masuk ruang BK. Masa yang modelan seperti ini mau ibu jadikan sebagai perwakilan sekolah sih," sindirnya sembari menunjuk murid yang ia maksud.

"Cih, bilang aja kalau kalian takut tersaingi sama kami," ujar adik kelas yang bernama Dista.

"Untuk apa juga kami takut tersaingi sama kalian!" balas Vira tak terima.

"Anak-anak cukup! sebaiknya tidak usah berdebat lagi dan teruntuk kalian para murid kelas-12. Sebaiknya kalian menerima apa yang telah menjadi keputusan kepala sekolah," lerai bu Retno.

"Tapi tetap aja bu kita semua gak bisa langsung mempercayakan semuanya ke mereka," Lia masih tak menerima keputusan bu Retno.

"Lantas apa yang harus aku lakukan agar kalian semua bisa mempercayai kemampuan mereka?" tanya bu Retno.

"Menguji mereka!" Ruth bangkit dari kursinya.

"Ide yang bagus," Lia setuju dengan saran Ruth.

"Baik, kalau begitu masing-masing perwakilan dari kelas-12 IPA, IPS dan Bahasa boleh maju ke depan untuk memberikan soal yang sulit pada mereka semua," bu Retno menyetujui saran mereka.

Masing-masing dari perwakilan setiap jurusan kemudian maju ke depan untuk menuliskan beberapa soal di papan tulis. Hal yang sama juga dilakukan oleh Lia, ia sengaja menuliskan soal kimia yang sulit untuk adik kelas sombong yang bernama Prisila Dista. Setelah selesai menuliskan soal, mereka semua lantas kembali ke bangkunya masing-masing sembari menunggu anak-anak itu selesai mengerjakan soal-soal yang telah diberikan.

Lia sangat yakin jika Dista tidak akan mampu mengerjakan soal yang telah ia berikan akan tetapi, dugaannya itu ternyata salah besar karena gadis itu mampu menyelesaikan soal yang ia berikan hanya dalam hitungan menit.

"Aku udah selesai! Cek aja, pasti jawabanku benar," ujarnya penuh percaya diri.

Lia hampir tidak bisa berkata-kata lagi. Ia bingung kenapa Dista bisa menjawab soal tersebut dengan benar.

"Gimana udah kebukti kan kalau kami juga pintar," ujar Dista dengan angkuhnya.

Flashback off

"Gue masih bingung aja, kok bisa sih mereka ngejawab semua pertanyaan yang udah kita kasi dengan sangat benar." Lia berjalan mondar-mandir.

"Ya, terus?" ujar Ruth tanpa mengalihkan pandangannya dari buku catatan fisika miliknya.

"Ya, aneh lah mereka semua kan bego," ujar Lia terkesan meremehkan.

THE RED TAIL [Revisi]Where stories live. Discover now