Chapter 11

56 7 0
                                    

"Sekarang kita harus apa Ruth?" tanya Dira khawatir, namun Ruth tak menggubris pertanyaannya. Matanya terus saja memandang ke arah pintu begitupun dengan Elsa.

"Ruth!" Dira berteriak, tapi masih diabaikan. Akhirnya Dira mencoba memutar otak, ia mencari cara agar bisa keluar dari masalah tersebut. "Aku tahu!" ujarnya kemudian.

Kreek! Pintu terbuka lebar dan memperlihatkan bu Nara serta pak Derawan di sana.

"Sepertinya obat-obat ini akan segera habis jadi kita harus menambah persediaan lagi," ujar pak Derawan.

"Tenang saja, aku akan menyuruh gadis itu untuk membuat lebih banyak obat seperti ini," sahut bu Nara.

"Siapa sangka X-PIRAD 028 mampu memberikan begitu banyak keuntungan bagiku." Pak Derawan tertawa puas.

"Yang pak Derawan katakan memang benar. Permintaan untuk pemakaian X-PIRAD 028 juga semakin bertambah setiap harinya, terutama dari kalangan orang tua murid," bu Nara membenarkan.

"Tapi sayangnya kita masih belum bisa mengurangi efek samping dari pemakaian X-PIRAD 028. Aku merasa sedikit kasihan kepada mereka yang sudah terlanjur mengkonsumsi obat ini, Karena mereka pada akhirnya akan meninggal juga," ujar bu Nara iba.

"Untuk apa merasa kasihan? Lagi pula mereka yang memilih untuk memakai obat ini jadi mereka juga yang harus menanggung konsekuensinya," ujar pak Derawan tak berperasaan.

"Anda memang benar, seharusnya aku tidak terlalu memikirkan nasib mereka toh mereka sendiri juga yang ingin pintar dengan cara instan," bu Nara tiba-tiba mengubah pendapatnya dan hal itu membuat pak Derawan senang karena berhasil memengaruhi bu Nara.

"Baiklah, kalau begitu mari kita pergi dari sini," ajak pak Derawan.

Keduanya lantas berjalan menuju pintu akan tetapi, bu Nara mendadak berhenti lantaran melihat gorden yang bergerak-gerak akibat tertiup angin.

"Ada apa?" tanya pak Derawan penasaran.

Bu Nara tak menggubris pertanyaannya pak Derawan, ia justru lebih tertarik dengan gorden yang beterbangan."Kenapa jendelanya terbuka?" Bu Nara ingin melihat kebalkon, tapi pak Derawan menghentikannya.

"Sudahlah biarkan saja jendela itu terbuka dan sebaiknya kita segera pergi dari tempat ini," perintahnya.

"Baiklah," bu Nara menuruti ucapan kepala sekolah. 

Setelah keduanya pergi, Elsa, Dira dan Ruth yang sejak tadi bersembunyi di balkon akhirnya bisa bernapas lega.

"Syukurlah kita gak ketahuan," Elsa merasa lega.

"Ternyata Lia emang benar, obat itu yang menjadi penyebab meninggalnya murid-murid SMA Kharisma." Ruth tersenyum hambar sembari melipat tangan di dada.

"Gue gak ngerti sama jalan pikiran mereka. Kok ada sih orang sejahat itu? yang mau menukar nyawa orang lain demi keuntungannya semata." Dira mengigit kuku jarinya.

"Kita bisa bahas ini nanti, sekarang kita harus balik ke asrama dulu," Elsa mencoba meyakinkan mereka untuk segera kembali.

"Oke, kita balik ke asrama sekarang," Ruth mengiyakan. Ketiganya lantas bergegas pergi menuju asrama putri.

***

"Sekarang mari kita pilih pemeran utamanya," ujar Asdar bersemangat.

"Sejujurnya kakak sempat bingung mau pilih Ana atau Lisa untuk peran utamanya, karena akting mereka berdua sama-sama bagus," jujurnya.

"Tapi aku udah mikirin matang-matang siapa yang paling cocok untuk memerankan karakter Fa Mulan dan aku milih Ana," lanjutnya.

"Sedangkan untuk karakter Xian Lang sendiri akan akan diperankan oleh Lisa," putusnya.

THE RED TAIL [Revisi]Where stories live. Discover now