Chapter 3

91 13 1
                                    

Ruth dan Lia berdiri di depan mading dengan perasaan yang campur aduk. Tatapan keduanya tak lepas dari sebuah poster yang bertuliskan 'Selamat jalan Kenzo'

"Jadi dia meninggal karena apa?" Lia menatap Ruth.

"Ada rumor yang beredar tentang kematiannya. Banyak yang bilang kalau dia meninggal karena kelelahan belajar," jawab Ruth.

"Dan lo percaya sama rumor itu?" tanya Lia.

Ruth menggelengkan kepalanya pelan. "Aku gak percaya sama rumor itu."

"Lagian aku gak pernah ngeliat dia belajar, jadi gak mungkin kalau dia meninggal karena kelelahan," tambahnya.

"Gue setuju. Lagian selama gue nyelidikin mereka semua, gak pernah tuh gue liat satu pun dari mereka yang serius belajar demi menangin olimpiade," jelas Lia.

"Penyebabnya pasti hal lain dan itu pasti!" Ruth meyakini hal tersebut.

"Bentar lagi jam pertama dimulai mending kita ke kelas aja yuk," ajak Lia yang kemudian pergi begitu saja disusul oleh Ruth di belakangnya, namun sebelum Ruth pergi ia sempat menarik poster itu dari mading lalu meremasnya dengan kuat kemudian membuangnya ke tempat sampah.

***

Prankk! Lia menghentakkan sendoknya ke piring. Membuat Ruth heran,"Kenapa lagi sih?" tanyanya.

"Emangnya kamu gak ngelihat sekeliling ya? Poster Dista bertebaran di mana-mana padahal baru satu kali menangin olimpiade kimia, tapi dia udah dapat perhatian sebanyak ini," Lia merasa kesal sekaligus tak terima.

"Semua orang pada muji-muji dia. Wajahnya bahkan ada di koran sekolah dan berita kemenangannya juga jadi tajuk utama," lanjutnya.

Ruth tersenyum jahil, "Jadi ceritanya kamu iri nih sama Dista karena udah berhasil membawa pulang medali," goda Ruth.

"Ya, iya lah seharusnya kan kita yang ada di posisi mereka. Lagian setiap tahunnya kita yang selalu dipilih untuk ikut olimpiade," sungut Lia.

"Dari pada kamu terus-terusan merajuk kayak gini, mending kamu ngucapin selamat aja ke Dista," saran Ruth.

"Memang kamu berharap apa? aku bakal bawain Dista bunga terus  ngucapin selamat ke dia gitu!" serunya.

"Ide yang bagus," ujar Ruth.

"Ck, sial!" Lia mengumpat dalam hati.

Sementara itu Dista yang berada di dalam kamar terlihat begitu pucat, sesekali ia bahkan memegangi kepalanya yang terasa sakit.

"Kok kepala gue dari kemarin sakit banget ya," keluhnya. Tiba-tiba ponselnya berdering, rupanya ibunya menelpon.

"Halo" Dista menjawab panggilan tersebut.

"Halo Dista ini mama," 

"Mama kenapa telepon?" tanya Dista yang kembali memegangi kepalanya lantaran masih terasa sakit.

"Mama tau kalau kamu baru aja menang olimpiade kimia. Mama yakin semua itu pasti berkat obat pemberian kepala sekolah," duga ibu Dista.

"Dista masih capek, ma. Dista mau istirahat dulu jadi besok aja mama telepon lagi." Dista langsung menutup panggilannya secara sepihak.

Dista kemudian bangkit dari kasurnya, hendak mengambil obat di atas meja. Ia kemudian meminumnya dengan bantuan air mineral, namun bukan hanya satu atau dua obat saja yang ia makan melainkan lima. Setelah itu, Dista kembali merasakan sakit yang teramat di kepalanya. Dista yang sudah tidak sanggup lagi menahan rasa sakit di kepalanya memutuskan untuk tidur lebih awal, berharap agar besok pagi sakit di kepalanya bisa mereda.

THE RED TAIL [Revisi]Where stories live. Discover now