12. Bamboozle

314 73 406
                                    

Dengan napas yang berantakan, mereka sampai di rumah Jimin. Leira mengambil minum, ia haus. Sedangkan Jimin tetap berdiri sambil mengedarkan pandangannya. Jimin merasa, rumahnya aman-aman saja, tidak ada hal yang mencurigakan.

Jimin menghampiri Leira. "Kurasa Jung tidak menaruh apa pun."

"Cari yang benar, kau tadi hanya menebarkan pandangan saja." Setelah itu, Leira melajutkan meneguk minumannya.

Jimin melempar bantalan sofa ke sembarang arah, meraba lipatan-lipatan sofa dari ujung sampai ke ujung. Berjongkok untuk meraba sesuatu di bawah ranjang, dan membuka semua laci meja. Putus asa, dia tidak bisa menemukan apa pun.

Menghela pasrah sambil menyenderkan tubuhnya pada rak buku. Saat tangan Jimin tidak sengaja menyenggol buku sampai terjatuh, matanya memincing karena menemukan benda kotak berwarna hitam yang lampunya menyala merah. Jimin mengambil benda itu dan memberikannya kepada Leira.

"Nah, kan, sudah kubilang. Jung tidak mungkin tidak menaruh hal ini di sini."

Jimin membolakan mata. "Jadi, selama ini dia melihat saat kita bercinta?"

Leira menarik napas panjang, dia memegang bahu Jimin. "Sudah pasti, Jim. Menurutku kurang lengkap jika Jung tidak menaruh penyadap suara juga. Kita harus mencari lagi."

Mereka berkeliling ke semua tempat. Leira membalikkan semua lukisan yang menggantung di dinding, masih sama--tidak ada. Matanya terasa silau saat ada cahaya yang masuk, cahaya itu berasal dari balik jam dinding. Leira mengambil jam dinding itu. Sebuah benda kecil jatuh ke lantai. Benda itu sama persis dengan benda yang diberikan Jung saat di rumah.

"Jim."

Jimin berbalik dan menerima benda itu setelah disodorkan Leira. Jimin menggeleng pelan, lalu menatap wajah Leira. "Kurasa otak Jung benar-benar gesrek. Aku tidak habis pikir, ternyata dia senekat itu di luar dugaan kita. Dan kau, masih mau mempertahankan suami gilamu?"

Leira mendengkus kasar, ia merebahkan tubuhnya di ranjang. Sebelumnya, ia merusak dulu penyadap suaranya daripada Jung bisa mendengarkan percakapannya dengan Jimin saat ini.

"Sebenarnya aku tadi mengajukan permintaan bercerai, tapi gagal. Jung punya kartu kita."

Jimin menyipitkan matanya. "Kartu? Kita?"

Leira membasahi bibir bawahnya. "Decero. Kalau aku bercerai dengannya, kau mau kita masuk penjara atas tuduhan pembunuhan berencana?"

Sekali lagi, Jimin kaget--membuka mulutnya lebar-lebar. "Jung memegang wine itu? Ba-bagaimana bisa?"

Memejamkan mata dan berbaring santai, Leira berkata, "Dia menukarnya saat aku sedang mencarinya di lantai atas. Maka dari itu, wine yang terdeteksi adalah wine palsu."

"Whoa, kita benar-benar kalah telak."

Seketika Leira membuka matanya, ia terduduk di samping Jimin. Saat ini pikirannya tertuju pada Bae Soora, berani-beraninya dia ikut campur dalam urusan rumah tangganya. Kalau bertemu dengan Soora lagi, Leira pastikan akan menjambak rambutnya kuat-kuat.

"Menurutmu, Bae Soora pindah ke mana? Rasanya ingin sekali bertemu dengannya sekali lagi, karena belum puas mengacak-acak rambutnya."

Tawa Jimin mengudara. "Kau ingin bertemu dengannya hanya ingin mengacak-acak rambutnya sekali lagi? Jangan bercanda, itu buang-buang waktu, Sayang."

"Aku serius, Jim."

"Hey, kau akhir-akhir ini sangat sensitif sekali. Lagi datang bulan, ya?"

Leira memutar bola matanya jengah, ia beranjak menuju dapur untuk mengambil minum. "Belum sama sekali, akhir-akhir ini tubuhku selalu lelah dan dehidrasi," katanya dari jauh.

He's DangerousWhere stories live. Discover now