15. Decero: Start From Zero

281 46 317
                                    

Kebanyakan orang mabuk itu pasti tidak bisa mengontrol emosi alias lepas kendali. Sama saja dengan empat pria yang berada tidak jauh dari meja bartender. Mereka menghabiskan lebih dari sepuluh alkohol, malah masih memesan lagi.

Sebuah bar kelas atas yang hanya bisa dimasuki para konglomerat ini terlihat begitu ramai, sampai-sampai tidak menyisakan tempat satu pun. Salah satu dari mereka menghampiri wanita yang sedang meracik alkohol untuk diberikan ke pelanggan.

"Bisa berikan aku pommery sampanye?" tanyanya dengan mengedipkan satu mata. Mungkin pria ini tertarik dengan wanita di depannya.

Disusul dengan satu temannya yang duduk di samping pria itu. "Whoa, keindahan ciptaan Tuhan memang terpahat sempurna," gumamnya berbisik. Dia tidak sepenuhnya mabuk, jadi, masih bisa mengontrol kewarasannya.

"Bagaimana menurutmu, Jeon? Pantas kujadikan teman tidurku hari ini atau mungkin esok?"

Pria yang kerap disapa Jeon Jungkook oleh teman-temannya itu menyunggingkan senyum remeh. "Belum tentu dia mau menjadi teman tidurmu, bro. Jika dilihat-lihat, dia bukan tipikal jalang yang mampu disewa sembarangan."

"Mau taruhan?"

"Boleh, kalau kalah harus membayar semua ini." Teman Jeon hanya mengacungkan ibu jari.

Kembalinya sang wanita dengan segalas sampanye, membuat teman Jeon merekahkan senyum menggoda. Menatap sang wanita dari atas sampai setengah badannya. Memang sempurna, sih—cantik, dan berbadan ramping bak model kelas atas. Sayangnya, profesinya tidak memadai—sebagai peracik segala jenis alkohol.

"Halo, Nona, bisa bicara sebentar?" Si wanita berhenti, sebagai salah satu tugasnya; melayani tamu dan mendengarkan keluh kesahnya.

Sambil tersenyum cantik, dia berkata, "Bisa, Tuan. Katakan, akan aku dengarkan."

"Kau cantik, Nona Leira. Bisakah aku meminta nomor ponselmu?" Mengetahui nama sang wanita, sebab pria itu melirik name tag yang berada di dada kiri Leira.

"Maaf, Tuan, nomorku tidak bisa disebar ke sembarang orang."

Lantas pergi ke sudut terdepan, nama Leira kembali diceletukkan oleh pria tadi. Dia berbalik sambil menarik ikat rambutnya, membiarkan rambut panjang itu tergerai bebas. Menyisipkan helaian rambut ke belakang, Leira kembali mengulas senyum cantiknya, hingga membuat kedua pria menatapnya terkesima.

"I want Decero, please," Kali ini yang meminta alkohol bukan John, melainkan Jeon. "Wait three minutes," balas Leira.

"Kurasa kau kalah taruhan, bro. Kan, sudah ku bilang, dia bukan wanita sembarangan." Jeon mengusap bahu John, temannya.

Agaknya John masih belum mau kalah atau tidak terima kalah. Kalau kalah, bisa bahaya, karena semua uangnya akan ludes malam ini untuk membayarkan ketiga temannya yang betah mabuk. "Tawaran tidurku belum kukatakan, lagi pula dia nanti kubayar sesuai keinginannya, berapapun itu."

Jeon hanya menanggapi dengan kekehan kecil yang terkesan masih mengejek. Kalau John, tetap percaya diri bahwa kali ini dia akan menang taruhan. Baginya, merasa tidak sulit untuk menaklukkan Leira, wanita kelas bawah. Mungkin perbandingannya; satu banding seratus.

Leira menyodorkan Decero kepada Jeon, namun berhenti memberikan ketika tangan Jeon memegang tangkai gelas. "Apa ini wine favoritmu?" Jeon mengangguk. "Kalau begitu selera kita sama." Jeon melirik John sambil mengedipkan sebelah mata. John tahu bahwa Jeon sedang mengejeknya.

"Malam ini bisa melayaniku? Bayarannya sepuluh kali lipat dari gajimu, Nona," sahut John.

"Maaf, Tuan. Seleraku bukan anda." Leira memanggil temannya. "Ah, Hwa! Ada yang butuh pelayananmu malam ini, bayarannya sepuluh kali lipat dari gaji yang kita dapat." Lantas wanita yang dipanggil Hwa berjalan menuju tempat Leira.

He's DangerousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang