42 : Afreen Benua Haider

372 52 42
                                    

"Selamat pagi ayam-ayam nya Puisi." Sapa Puisi hangat memakai seragam sekolah. "Makan yang banyak yaa biar cepat gemuk."

"Ruru gak mau makan kah?" Tanya Puisi pada ayam berwarna pink. "Diet yaa?" Tebak Puisi.

Yang di ajak bicara hanya mengerlingkan mata tanpa mengeluarkan suara.

"Eh Pupu mau kemana sini bareng Fifi, Tutu, Ruru, Nana, makan pagi bareng atuh." Seru Puisi, tangannya terpaksa menangkap ayam berwarna kuning itu agar ikut masuk dalam lingkaran tempat makan.

"Pupu gak mau makan juga?" Tanya Puisi pada ayamnya, "Pupu diet sama kayak Ruru, atau lagi puasa bayar hutang?"

"Lama-lama jadi Kekeyi juga lo." Sahut Kalimat bersandar di tiang belakang rumah.

Puisi bangkit berdiri ia menatap Kalimat dengan muka judesnya, "diam lo anak kondang! Ngajak ribut mulu."

"Heran gue, kemarin gue dikatain anak berudu sekarang dikatain anak kondang, sebenarnya gue ini anak apa  sih!"

"Anak pungut yang bener!" Sahut Puisi, ia menggendong tas pink nya.

Kalimat menjitak kepala Puisi, "lo yang anak pungut!" Sebelum Puisi mengamuk Kalimat sudah berlari kocar-kacir pergi dari halaman belakang rumah, tempat dimana ayam-ayam pemberian Nathan di kandangkan.

Puisi menggerutu kesal sambil menghentak-hentakkan kakinya, "sabar-sabar anak Sholehah gak boleh marah." Puisi mengatur deru napasnya ia menoleh ke kandang ayam nya.

"Fifi, Pupu, Tutu, Ruru, Nana. Puisi berangkat sekolah dulu yaa. Bye bye." Puisi berpamitan ke sekolah pada lima anak ayamnya.

Hm, sepertinya Puisi akan seperti Kekeyi.

***

Lusi dan Zaid datang ke rumah sakit, untuk menjenguk Benua terakhir kalinya. Karena mereka berdua akan pergi ke Malaysia untuk urusan pekerjaan dalam waktu yang lama. Sebenarnya Lusi tidak mau pergi ke Malaysia dan meninggalkan Benua dalam keadaan koma seperti ini, tapi karena paksaan, ancaman, dan pukulan Zaid padanya, membuat Lusi tertunduk nyerah dan patuh.

Zaid memasang muka malas saat masuk kedalam ruang ICU. Jika tidak karena permintaan terakhir Lusi sebelum berangkat ke Malaysia, ia tak akan mau menginjakkan kakinya ke rumah sakit ini lagi hanya untuk mengunjungi Benua.

Lusi menggenggam tangan Benua dengan lembut, "Benua sayang cepat sadar yaa. Maaf mama belum bisa jadi mama yang baik buat kamu."

"Mama sayang banget sama Benua meski Benua bukan anak kandung Mama. Kalau Benua bisa dengar, Mama mau bilang ke Benua kalau Benua itu anak kesayangan mama, Benua itu anak hebat dan berguna."

Zaid memutar dua bola matanya malas, "berguna apaan, nyusahin iya."

Lusi mengabaikan cibiran Zaid. Ia tidak ingin bertengkar di depan Benua seperti beberapa waktu yang lalu.

"Benua, mama kesini mau pamit pergi ke Malaysia bareng papa." Ujar Lusi, ia menunduk, "maaf yaa mama gak bisa jaga kamu sampai kamu sadar. Benua sudah besar dan dewasa, mama yakin Benua pasti paham dengan posisi mama sekarang."

"Dia gak bakal sadar. Anak haram ini bakal mati!" Cetus Zaid.

Lusi menghapus jejak air matanya, ia melirik ke arah Zaid dengan sorot mata kecewa, "mas, ku mohon jangan bilang Benua anak haram."

"Aku bicara soal fakta yaa. Benua memang anak haram, anak hasil hubungan gelap Kaka kamu. Seharusnya Benua ini gak usah hidup, seharusnya ikut mati sama seperti Kaka kamu itu. Udah jadi aib keluarga, gak berguna, nyusahin, pakai acara koma lagi. Dasar anak haram!" Desis Zaid tak berperikemanusiaan.

Hello Jodoh!!! [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang