08 : Rumah Nathan

539 82 4
                                    

Kalimat membuka pintu dengan siulan ringan dari bibirnya. Melangkahkan kaki masuk ke dalam rumah dengan santai.

Sementara Kata yang masih ada di ruang keluarga menatap heran atas tingkah kembarannya itu yang aneh. Bagaimana tidak, wajahnya seceria mendapatkan tiket gratis liburan. Kata tak tahu apa yang terjadi diluar sana selama perjalanan pergi pulang kembarannya, sampai-sampai berwajah menyenangkan seperti itu tercetak jelas.

"Lo kenapa? Kesambet?" Akhirnya Kata bertanya.

Kalimat berdiri di hadapan Kata, lelaki itu nyengir, matanya menyipit, "alif lam mim."

Kata bukannya gak tau arti dari yang Kalimat ucapkan barusan, ia hanya bingung saja darimana Kalimat menemukan ayat itu.

Belum sadar dari kebingungannya, Kata sudah di kagetkan dengan Kalimat yang tiba-tiba saja melempar sekantong plastik.

"Pesanan lo. Dah gue ke kamar dulu." Ujar Kalimat.

Kata masih melongo matanya mengekori kepergian Kalimat, afa yang aneh dari kembarannya setelah pulang dari mini market.

"Tapi ini pesanan Puisi sama gue!" ucap Kata sedikit berteriak.

Kalimat membalikkan badannya di tangga ke lima, "sekalian aja lo yang kasih. Gue males. Gua mau mimpi indah dulu malam ini. Dah bye kembaran gue."

Melihat itu, Kata hanya menghela napas berat, lalu geleng-geleng kepala. Melihat sikap kembarannya yang masih saja seperti anak-anak.

Sementara di kamar, Puisi terus menggerutu, ia sudah di ambang ke emosian, sudah satu jam lebih abang laknatnya tak kunjung datang. Dengan posisi yang masih sama, Puisi duduk dengan tidak tenang di atas kasurnya. Karena abangnya itu besok dia harus relakan waktu berleha-leha minggunya karena dia harus mencuci bed cover.

Di layar ponselnya ia mengetikkan sesuatu, ia sedang mentransferkan emosinya kepada Lena sahabatnya itu.

Puisi
Len, lo punya kenalan dukun gak?

Lena
Buat apa cari dukun?

Puisi
Buat nyantet abang gue. Bang Kalimat!

Lena
Emang kenapa lagi sama abang bobrok lo itu?

Puisi
Tau gak waras dia! Masa gue suruh ke mini market depan aja lamanya lebih dari satu jam. Sampai sekarang aja dia gak balik-balik.
Gue sumpahin aja sekalian tuh curut di culik sama kuyang!

Belum puas Puisi meluapkan emosinya pintunya terdengar ketukan dari luar, Puisi langsung melempar ponselnya, ia langsung mengambil bantal dan menarik napas. Kemungkinan besar orang yang akan membuka pintu itu adalah Kalimat. Ia  mengancang-ancang buat mecaci maki kakaknya itu.

Klek...

Baru pintu terbuka, Puisi sudah langsung melempar bantal ke sasarannya dengan tepat. Tepat mengenai wajah orang itu.

"KEMANA AJA LO BANG! GUE NUNGGU LAMA CAPEK TAU! LO SENGAJA NGERJAIN GUE YAA! DASAR ABANG JELEK. ABANG CAMAT JELEKKK! NYEBELIN!" murka Puisi meneriakki Kalimat.

Sementara orang itu terlihat tenang ia menangkap bantal yang baru saja Puisi lempar, lalu ia menatap adiknya itu dengan mata tajamnya.

Puisi mengatup bibirnya ia menyadari sesuatu hal yang salah. Dari mata jelinya ia mengamati wajah orang yang sekilas adalah Kalimat. Beberapa detik kemudian ia baru sadar bahwa yang baru saja ia lempar bantal dan teriakki adalah abangnya yang dingin bang Kata. Habislah nyawa Puisi di tangan Kata malam ini.

Hello Jodoh!!! [SELESAI]Where stories live. Discover now