10 : Orang baru

441 78 6
                                    

"NATHAN!!!"

Teriak Puisi untuk kesekian kalinya di koridor sekolah. Gadis itu tak perduli jika teriakkan nya mengundang banyak orang untuk melihat ke arahnya. Pikirnya "semakin banyak orang yang tahu dirinya mencintai Nathan, maka itu semakin baik. Agar para perempuan yang di sekolah ini tidak berani mendekati Nathan, karena saingan mereka adalah Puisi, gadis cantik yang murah senyum." Sepercaya diri itu Puisi atas dirinya sendiri.

"NATHAN!!!" teriaknya lagi.

Namun lelaki yang dipanggil, tak pernah merespon, dan Puisi mulai terbiasa akan itu.

Dengan berlari kecil, Puisi mencoba mengsejajarkan jalan Nathan yang seakan jauh sekali darinya. "Nathan kok gak denger sih Puisi panggilin, padahal gak pakai heandsheet. Telinga Nathan banyak kotorannya yaa? Perlu Puisi beliin pembersih telinga?"

Nathan tetap diam, bahkan sedetik pun ia tak menoleh sama sekali. Lelaki itu terlalu dingin.

Puisi berdecak kesal, beberapa kali ia menatap Nathan, namun lelaki itu tak pernah menoleh padanya. Namun bukan Puisi namanya kalau dia menyerah, gadis itu terus berusaha agar dilihat oleh Nathan.

"Setan aja sering godaain Puisi, masa Nathan gak mau godain Puisi." Cibir Puisi pelan.

"Kenapa sih Nathan harus ganteng, harus sesempurna ini, kan Puisi gak bisa move on. Coba aja Nathan jelek, pasti Puisi gak bakal jatuh cinta."

"Ish, Bunda Khaila baca doa apa sih sampai anaknya bisa semenyebalkan ini."

Puisi terus menggerutu namun Nathan tetap pada pendiriannya. Fix kesabaran juga ada batasnya. Puisi menghela napas kesal, ia berlari kecil untuk menghalang jalan Nathan. Dengan wajah kesalnya ia menatap Nathan yang juga menatapnya namun dengan tatapan dingin bercampur tajam, terbayangkan gimana rasanya jadi Puisi, menjadi takut dengan nyali menciut.

Puisi mengalihkan pandangannya sebentar, "Nathan kenapa sih harus kek gini sama Puisi?" tanya nya pelan.

Nathan masih diam.

Puisi mulai menghentakkan kakinya, melipat tangannya, "lama-lama Nathan jadi Limbad, bisa denger tapi gak bisa ngomong. Nyebelin!"

Mendapat respon yang sama lagi membuat Puisi kehilangan kesabaran, gadis itu memukul bahu kiri Nathan pelan lalu mengacak rambut Nathan gemas, "Nathan mau Puisi santet? Ngomong kek, Tuhan itu ciptain mulut buat ngomong bukan buat diam." Sebisa mungkin Puisi mengatakannya dengan sabar.

Bukannya Nathan merasa bersalah, lelaki itu malah menepiskan kasar tangan Puisi dari atas kepalanya, "udah tau gak diladenin kenapa masih ganggu gue."

"Karena Puisi cinta sama Nathan." Balas Puisi lantang dengan santainya.

"Gue gak suka." Sahut Nathan jujur, menusuk perasaan Puisi.

Gadis itu menghela napas, "Puisi gak paksa Nathan buat suka Puisi. Denger Nathan ngobrol sama Puisi kek gini aja udah bikin Puisi bahagia bangett." Puisi melebarkan senyum, "cinta itu sederhana, yang dicintai aja kadang suka merumitkan."

Nathan sedikit membungkukkan badannya, menatap lekat Puisi, membuat jantung Puisi berdebar kencang, "dengan lo menjauh dari gue, berhenti ganggu hidup gue, itu cukup buat gue bahagia."

"Satu lagi, jangan berani sentuh gue. Gue gak suka perempuan menyentuh gue. Lo tau batasan kan?"

"Kenapa gak boleh? Nathan phobia cewek?" tanyanya polos.

"Bukan mahrom." Sahut Nathan setelah itu berlalu pergi meninggalkan Puisi.

Puisi berbalik badan, menatap punggung Nathan yang mulai menjauh, "laki-laki yang suka sama Puisi itu banyak bahkan lebih sempurna dari Nathan juga ada, tapi kenapa Puisi malah sukanya sama Nathan sih. Arghhh." Gadis itu menudukkan kepalanya, meratapi nasib cinta bertepuk sebelah tangan yang ia hadapi.

Hello Jodoh!!! [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang