Lima Belas

6.5K 1.3K 322
                                    

Cahaya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Cahaya

Ada total tiga pelaku yang berhasil ditangkap, sementara satu lagi berhasil melarikan diri namun kita tidak perlu susah-susah mencari siapa pelaku tersebut karena sudah pasti mereka kiriman Harsadi. Akibat ledakan dari sejumlah gas air mata, sekitar dua belas orang terluka sehingga mesti dilarikan ke rumah sakit karena iritasi mata dan juga kesulitan bernapas.

Ada spekulasi yang muncul bahwa kepolisian sengaja menyerang demonstran karena mereka merupakan antek-antek Harsadi. Namun secepat mungkin kepolisian melakukan klarifikasi bahwa terror gas air mata tersebut tidak berasal dari mereka melainkan dari oknum tak dikenal yang sengaja ingin melukai massa. Gas air mata atau water canon tidak sesederhana kelihatannya, gas tersebut merupakan salah satu jenis senjata kimia yang kandungan zatnya dapat menyebabkan sakit mata, iritasi kulit, masalah pernapasan, pendarahan, bahkan kebutaan.

Gue dan tim kembali ke markas setelah mengamankan situasi di Kejaksaan dan menyerahkan pelaku itu kepada kepolisian. Orang-orang tampak lelah, kita semua masih memakai seragam pinjaman yang entah kapan rencananya akan dikembalikan. Saat melepas rompi, gue cukup kaget dengan pakaian yang berubah agak kecokelatan karena darah dari luka gue.

"Ck, kan saya udah bilang kamu nggak usah ikut misi."

Patih berjongkok dihadapan gue, lalu tangannya bergerak untuk memegang kancing kemeja baju yang gue pakai. Refleks gue memukul tangannya lalu menyentak, "Heh! Ngapain?!"

"Buka baju kamu, lah."

Untung aja di lantai satu nggak ada siapa-siapa. Gue gak bisa bayangin gimana jadinya kalo didekat gue ada anggota tim yang lain.

"Tih, serius, saya bisa sendiri."

Patih menatap gue dengan tajam, "Saya bukan mau macem-macem sama kamu, Ya. Saya mau obatin kamu." Katanya yang malah membuat gue pasrah dengan perlakuan dia sekarang.

Lelaki itu betulan melepas kemeja gue, lantas menyimpannya di kursi kemudian menyuruh gue untuk sedikit mengangkat baju dalam yang gue pakai. Dia meringis kecil, pun dengan gue ketika melihat perban yang rupanya telah lepas dan juga luka bekas operasi yang kembali mengeluarkan darah.

"Tunggu bentar, tutup aja dulu pake baju tadi kalo kamu kurang nyaman." Ucapnya kemudian pergi naik menuju lantai dua. Gue menutupkan kemeja tadi ke area perut, meski gak ada yang lihat, rasanya tetap kurang nyaman. Lima menit kemudian, Patih menuruni tangga dengan cukup cepat. Dia menaruh sebuah kotak di atas meja lalu masuk ke dapur entah untuk apa.

Rupanya lelaki itu mengambil semangkuk air dan juga lap handuk kecil. Airnya hangat, gue bisa tahu ketika Patih mengelap dan membersihkan darah di sekitar luka gue menggunakan handuk yang dipegangnya. Gue meremas kemeja kuat-kuat, sekarang ngilunya makin kerasa, mungkin karena saat di lapangan gue sok jago aja dan pura-pura kebal.

Tangan Patih meraih tangan gue, dia meletakkannya di atas pundaknya sendiri lalu berbicara, "Remes pundak saya aja, sampe patah kalo mau, gak usah ditahan kalo emang sakit." Imbuhnya.

KRISAN PUTIHWhere stories live. Discover now