Aku Akan Mencobanya

4.4K 913 72
                                    

Ada yang mati-matian untuk tetap hidup, ada yang mati-matian membuat redup. Kepada mereka yang tak lagi ingin aku ada, kebencianmu akan membuatku paham, betapa berharganya cinta untuk diriku sendiri.

"Ran, omongan si Eja nggak usah dipikirin! Orang gila dia itu." Aruna bersungut-sungut, ia menatapku penuh dengan penyesalan. Entah apa yang dia sesalkan, karena menceritakan soalku pada Eja atau karena mengajakku liburan bersama Ravindra dan Eja.

Kami sedang duduk di balkon kamar Aruna—di lantai dua, dengan dua gelas teh hijau hangat yang dibuatkan oleh ibu Aruna. Satu lagi sosok baik yang bisa menerima kehadiranku. Selama berada di rumah Aruna, aku merasa nyaman, karena ibu Aruna menerimaku dengan senang hati, meskipun tahu latar masa laluku yang buruk.

Udara malam semakin dingin, apalagi suhu di kota ini beda dengan suhu di Surabaya, meski Malang tidak sedingin dulu, tapi ... ketimbang Surabaya, perbedaannya memang masih kentara. Aku merapatkan selimut tipis yang membalut tubuhku, sembari menghirup aroma teh hijau yang membuat tenang. Aruna sendiri duduk di seberang sambil menatap ponselnya yang sejak tadi bergetar.

"Eja gila emang, cowok nggak tahu diri. Dih, ganteng-ganteng lemes mulutnya." Aruna masih tampak emosi, mungkin dia sedang bertukar pesan dengan Eja.

"Ran, aku minta maaf ya, gara-gara aku cerita soal kamu ke Eja, dia jadi ngelukain perasaan kamu. Maaf aku lancang." Aruna berkata penuh penyesalan.

"Nggak papa, udah terlanjur. Memang nggak semua orang bisa menerima masa laluku, label mantan pasien rumah sakit jiwa pasti akan selalu melekat padaku. Nggak masalah, itu semua memang bagian dari hidupku kan?" aku berusaha menenangkannya.

Kupikir, memang tidak ada yang harus disesali. Semua sudah terjadi. Aku hanya harus mencoba menghilangkan pertanyaan kenapa menjadi memang sudah seharusnya. Kenapa aku mengalami kisah hidup yang pahit? Seharusnya memang seperti itu, semuanya bagian dari perjalanan hidup yang harus kulalui.

"Di mataku kamu sama Ran, nggak ada yang salah dengan mantan pasien rumah sakit jiwa. Kamu tetap berhak untuk dihargai orang lain, seburuk apa pun masa lalumu."

Aruna menghela napas, ia lalu meletakkan ponsel yang ia pegang di atas meja. Matanya menatapku dalam, "Kadang Ran, aku heran ... kenapa orang-orang di negara ini lebih gampang menerima publik figur yang pernah memakai narkoba dan berbuat kejahatan lainnya, ketimbang orang-orang yang sakit mental? Kenapa hidup ini rasanya nggak adil?"

Kalimat Aruna meluncur di telingaku, diserap dengan baik oleh otakku. Kenyataannya memang seperti itu, para publik figur yang pernah terlibat kasus narkoba atau kejahatan lainnya, setelah bebas dari penjara dan dari pemulihan akan lebih diterima oleh masyarakat ketimbang kami—para mantan pasien rumah sakit jiwa. Entah karena kebudayaan, atau masyarakat masih memandang strata sosial.

Aku tidak terlalu paham. Nyatanya, tidak sedikit orang yang menganggap, orang gila atau dalam dunia kesehatan mental dikenal dengan istilah skizofrenia, dianggap aib yang memalukan. Mencemari garis keturunan. Tidak sedikit juga para orang tua yang tidak merestui anaknya untuk menikah dengan mantan pasien rumah sakit jiwa, karena takut keturunannya akan menjadi gila. Padahal, jika pola asuh yang diterapkan baik, menurutku semua itu bisa diminimalisir.

"Ran ... kok ngelamun, kepikiran omongan Eja? Si Omes itu nggak usah dipikirin dong, nanti kamu sedih lagi."

"Nggak, Run. Iya, ini lagi mencoba buat sugesti diriku sendiri."

Aruna tersenyum lebar, "Itu baru Ranala yang keren," katanya sambil menunjukkan dua jempol tangannya ke udara.

"Besok naik kereta aja yuk, Run? Takut ngerepotin Ravindra."

"Kan, kamu itu selalu nggak enak. Asertifnya mana?" Aruna mendengus kesal.

"Aku nggak nyaman," jawabku jujur, Aruna membahas soal asertif, aku teringat, harus bisa mengemukakan pendapatku jika aku menyutujui atau tidak menyetujui sesuatu. Dokter Windra juga menyarankan hal yang sama, aku tidak boleh merasa tidak enakan dan bersikap pasif.

Katanya, Aku BerhargaWhere stories live. Discover now