26. TIGA UNTUK SATU PERMOHONAN

17 2 7
                                    

Hallo!

Happy reading y'all❤

***

Liburan kali ini tidak berjalan dengan lancar. Setelah Dinda pulang, sekarang Aldy juga harus pulang. Griselda pun ikut bersamanya. Raka berguling diatas kasur dengan tubuh terlentang sambil bermain ponsel. Aldy sudah siap, pakaian sudah rapih. Dia hanya tinggal menunggu Griselda yang sedang berkemas. Dimas dan Ozy duduk diatas karpet dibawah Raka dan Aldy. Dimas mengunyah cemilan yang ada dipelukannya dan Ozy sibuk bermain game diponselnya.

“Gue curiga. Dinda baru aja pulang pake bilang ada urusan mendadak. Sekarang lo juga sama. Ada yang lo tutup-tutupin dari kita?” tanya Raka, me-lockoff ponselnya.

Aldy tidak menjawab, dia masih melamun bergelut dengan pikirannya. Ia sungguh benar-benar marah pada Papanya yang telah mengancam jika Aldy tidak segera berangkat besok lusa, maka beliau akan mencelakakan Griselda. Griselda adalah kelemahan untuk Aldy. Kedua orang tua Aldy sangat mengenal anaknya. Mereka bisa melihat arti ketulusan yang sebenarnya dari mata Aldy. Maka dari itu Damian membuat Griselda sebagai senjata agar Aldy tidak bisa membantah lagi.

“Al!” Aldy tersentak. Dia meraup wajah hingga menyugar rambutnya frustasi.

Raka menepuk bahu Aldy. Raka tidak bisa memaksa Aldy untuk bercerita padanya. Dalam posisi ini, Raka tau jika Aldy hanya butuh waktu sendiri. Tapi, jujur saja Raka merasa ada yang ganjal dengan hubungan Aldy dan Dinda. Bahkan setiap kalinya mereka selalu di panggil untuk datang ke ruang guru atau ruang kepala sekolah. Raka tidak ingin ambil pusing. Cepat atau lambat, pasti Aldy akan jujur kepada teman-temannya.

“Kalo ada masalah, lo bisa cerita ke kita. Jangan disimpen sendiri. Seenggaknya satu beban di pundak lo berkurang, bro.” ujar Raka.

Ozy yang semula serius bermain kini mematikan ponsel. Menatap Aldy, lalu berujar, “Disini kita temen. Gak ada yang perlu disembunyiin kalo itu yang menurut lo harus cerita ke kita. Semua masalah bisa dibagi bersama. It's okay if you don't want to tell your problem. We will be waiting for you.”

Aldy merasa beruntung berada ditengah-tengah lingkup teman-temannya. Mereka sangat tulus menerima Aldy. Tidak ada yang mengutamakan harta ataupun tahta. Semua mengalir murni. Mereka saling mengerti keadaan Aldy. Sampai waktunya tiba, pasti cowo itu akan menceritakan masalahnya. Tidak untuk sekarang.

Thanks.” Aldy bisa bernapas lega. Sebenarnya sejak tadi dia bingung harus membuka pembicaraan apa. Yang ada diotaknya hanya bagaimana cara untuk melindungi Griselda dari ancaman yang berbahaya. Keluarganya memang tidak pernah main-main dengan ucapannya.

Tok tok

“Aldy, lo udah siap kan?” teriak Griselda dari luar kamar. Aldy kini bangkit. Cowo itu harus pergi secara mendadak, tidak bisa menikmati liburan bersama teman-temanny. Bisa saja Aldy meninggalkan Griselda dan meminta kepada temannya untuk menjaga gadis itu. Tapi begitu mengingat ancaman dari sang Papa, Aldy harus tetap berada di sisi Griselda. Tidak ada yang tau kapan bencana akan datang bukan?

“Gue pamit dulu. Sorry udah ngacauin liburan kita. Gue ngerti, pasti kalian kecewa banget. Tapi gue bener-bener minta maaf harus ada urusan yang bakal gue selesain.” ujar Aldy.

“Santai. Kita bakal disini dulu. Mungkin besok baru balik.” kata Dimas.

“Semangat, bro..” Raka merangkul Aldy secara jantan.

Aldy tersenyum dan mengangguk. “Boleh gue minta satu hal ke kalian,” Aldy bukan tipe orang yang memohon. Dia akan melakukan semua pekerjaannya sendiri. Aldy bahkan baru pertama kali ini meminta bantuan kepada temannya.

[✔] ReputationWhere stories live. Discover now