05

25 2 0
                                    

"Apa kalian nggak mau tinggal di sini saja bareng kami? Val juga pasti suka Elda tinggal disini." Elena menautkan tangan dibawah perut, menatap sang putra dan menantunya.

Griselda dan Aldy saling beradu tatap, kemudian Aldy menggeleng. "Kita bakal tempatin rumah Al, Ma. Lagian kasihan juga El harus bolak-balik ngurusin restorant." jawab Aldy.

Griselda mengangguk setuju. "El bakal sering berkunjung kesini kalo ada waktu senggang."

Elena memeluk tubuh sangat menantu. Ia tidak rela Aldy dan Griselda pulang kembali ke Indonesia—negara kelahiran Griselda. Sudah berjalan selama 6 bulan pernikahan mereka. Pelaksanaanya digelar di Indonesia, sesuai permintaan Griselda.

"Kalo emang menantu Mama yang menginkan, Mama tidak bisa memaksa kalian." Elena mengelus surai hitam Griselda dan dibalas oleh perempuan itu.

Damian menyilang tangan ke belakang sembari menatap sang putra. "Apa kamu benar-benar tidak mau meneruskan perusahaan Ayah, nak?" tanya pada Aldy.

"Tidak. Al akan mengurus perusahaan yang ada di Indonesia. Yang disini biar Mario yang mengurusnya. Kau tau Ayah, aku tidak bisa meninggalkan El dan bayi yang ada di perutnya." Aldy mengusung senyum.

"Ah bahkan aku tidak ingat jika menantu Ayah sedang hamil." Damian memijit pangkal hidung sembari menggelengkan kepala.

"Ayah..." Griselda memanyunkan bibirnya.

"Ya Tuhan, lihatlah dia, sudah mau menjadi ibu tapi kelakuannya sangat kekanak-kanakan!" Val datang tiba-tiba dari belakang Damian, menyelinap dan berdiri disamping sang Ayah.

Mereka yang ada disana tertawa. Usia kandungan Griselda sudah menginjak 3 bulan. Banyak sekali tantangan untuk ia yang sedang hamil muda. Bahkan tidak segan ia ngidam ingin seblak yang ada di Indonesia. Padahal posisi mereka tinggal berada di Brazil dan Griselda menginginkan seblak pukul 1 dini hari. Waktu penerbangan dari Brazil-Indonesia membutuhkan waktu yang lama. Aldy sempat menawarkan untuk membuatnya sendiri di rumah. Namun Griselda tetap menolak.

Ngidam Griselda yang lebih parah ialah dia menyuruh Aldy untuk tidur di atas atap mobil waktu malam-malam. Aldy sempat protes jika ia tidak mau tidur di luar. Selain dingin karena cuaca ia juga tidak mau pisah ranjang dari Griselda. Griselda marah. Ia bilang jika itu adalah keinginan calon anaknya. Sesekali Aldy menghela napas berusaha sabar menghadapi istrinya yang sedang hamil.

"Nanti kau akan merasakannya sendiri bagaimana rasanya jadi aku."

"Ew, aku tidak akan pernah menikah! Menikah itu tidak seru! Aku tidak akan bebas setelah menikah nanti."

"Apakah Mark sering menghubungimu?" tanya Aldy.

Mark adalah laki-laki yang sedang pdkt dengan adiknya.

Valerie memutar bola mata seraya mencibik. "Tidak pernah dia tidak menghubungiku, kak. Apa aku tidak bisa ikut kalian saja ke Indonesia agar aku tidak bertemu Mark?" Val memohon dengan wajah memelas.

"Tentu tidak sayang. Kau masih harus menyelesaikan sekolahmu." Damian mengelus pucuk kepala Valerie.

Valerie mendongak, memberi tatapan melas kepada sang Ayah. "Ayolah Ayah. Apa kau tidak memberikanku belas kasih kepada putrimu ini? Aku masih sangat kecil dan aku tidak suka Mark."

"Kalau begitu abaikan saja dia." usul Griselda.

"Tidak semudah yang kau bayangkan! Dia adalah laki-laki yang keras kepala!" Valerie menyilangkan tangan di depan dada.

"Sudah masalahmu akan dibahas nanti saja. Sudah waktunya mereka pulang. Sebentar lagi pesawat akan berangkat." Elena menyela.

Aldy menarik kopernya. "Kalau gitu kami pergi. Jaga diri kalian baik-baik!" satu persatu mereka memeluk keluarganya.

[✔] ReputationWhere stories live. Discover now