32. EGOIS

19 2 5
                                    

"Athan, tunggu!" teriak seorang gadis menyuarakan nama Athan yang terus berjalan.

"Athan! Gue mau bicara sama lo, please." pinta gadis itu seraya menggenggam lengan Athan dengan tatapan memohon.

Athan berbalik lalu menatap gadis itu datar. "Gak ada yang perlu di omongin lagi, Gee. Lo harus tau posisi lo sekarang. Selamanya gue gak bakal punya rasa sama sekali ke lo." ujar Athan.

"Kenapa, Than? Apa karena gue perempuan urakan? Atau gue gak bisa kaya cewe lo itu. Pinter, anggun, ramah? Gue emang gak pantes dicintai, ya, Than?" mata gadis itu berubah sendu.

"Sorry, Gee." ucapan Athan berubah lembut.

"Lo lebih pantas dapetin cowo yang sayang sama lo," sambung Athan.

"Gue gak butuh siapa pun. Gue cuma sayang sama lo, Than! 2 tahun. Apa itu gak cukup lo bikin gue tersiksa." pekik gadis itu seraya menunduk wajah. Air matanya sebentar lagi akan meluruh jika gadis itu berkedip.

"Gee! Jangan keterlaluan!"

"LO YANG KETERLALUAN, BRENGSEK!" Athan terkejut, "Mau sampai kapan lo ngejauhin gue kaya gini. Sakit, Than. Gue gak bisa," gadis itu menangis.

"Gee,"

"Putusin Dinda dan pacaran sama gue."

Athan menukik alis tajam. Tidak suka dengan perkataan gadis itu yang menggampangkan hubungannya dengan Dinda.

"Lo gila!" bentak Athan seraya mencengkram kedua lengan gadis itu. "Otak lo dimana, Gee? Dinda itu sahabat lo! Gak seharusnya lo ngekhianatin sahabat lo sendiri karena obsesi lo itu. Cinta dan Obsesi berbeda. Jangan jadikan obsesi lo buat ngerebut apa yang orang lain punya dan bukan milik lo sendiri!"

"Persetan! Gue gak perduli, Athan!"

Napas Athan naik turun. Tangan cowo itu terkepal, rahangnya mengetat mengeluarkan urat dari leher, pipi dan tangan.

Tanpa keduanya tau. Ada seorang gadis yang tak sengaja menguping pembicaraan mereka dengan raut syok. Tak menyangka jika orang yang sangat penting baginya sekarang berkhianat untuk merebut cintanya. Gadis itu pergi dengan hati hancur.

***

Hans, Bobby dan Genta saling melempar pandang. Suasana meja kantin terlihat sangat suram. Genta menggeleng tak tau tatkala Hans dan Bobby menatapnya minta penjelasan. Padahal mereka ini satu kelas. Sejak tadi pagi entah, Dinda dan Athan tidak saling bicara. Mereka sama-sama cuek.

"Ji, Ji. Sini dah!" panggil Hans pada Aji yang baru memasuki kantin. Aji mendekat, "Apaan?"

"Udah, sini dulu sih. Gue mau minta sesuatu sama lo."

"Gue gak ada duit." sergah Aji. Hans berdecak.

"Kege-eran banget lo! Gue lebih punya banyak uang dari pada lo." kini giliran Aji berdecih. Cowo itu mendekati meja Hans.

"Lo punya kipas gak?"

"Hah?" Aji membeo.

"Kipas, budeg."

"Buat apaan?"

"Buat getok pala lo! Ya buat adem-adem lah!"

Aji menggeleng kepala. "Gue gak punya kipas. Lagian ngapain juga bawa kipas ke sekolah! Kayak cewe aja. Minta sama Nabil aja, noh orangnya." Aji mengedik dagu menunjuk Nabil dan para antek-anteknya duduk tak jauh dari Athan dkk.

"Emang kenapa sih? Disini tuh adem banget, mana ada panas!"

"Duh, lo emang gak peka, ya. Disini tuh udah panas banget kaya neraka, Ji! Liat tuh, surem banget pemandangan depan gue." bisik Hans sembari menunjuk Dinda dan Athan.

[✔] ReputationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang