three

3.9K 278 21
                                    

Silahkan membaca

Jangan lupa⭐💬

📍

📍

Bel pulang sekolah sudah berbunyi. Para murid berhamburan untuk pulang. Berbeda dengan kelas Vania. Guru terakhir yang mengajar kelasnya adalah Pak Agus. Sudah tidak heran jika Pak Agus sering memulangkan muridnya sedikit terlambat. Rizky menyesal karena tidak ikut Daniel membolos.

"Udah bel, kalian denger gak?" ucap Rizky. Seisi kelas menatap Rizky dan tersenyum penuh arti.

"Iya juga ya, banyak yang udah pulang tuh." sahut Ridho.

"Heh! Udah udah jangan ribut. Saya tau ini sudah waktunya pulang." ucap Pak Agus tanpa menghentikan pelajarannya dan masih terus menerangkan.

"Pak Manis ayolah pak, ini udah waktunya pulang." ucal Dhesta kesal. Seisi kelas mengangguk membenarkan penuturan Dhesta.

"Hm, yasudah mari kita akhiri pelajaran pada siang hari ini. Saya beri tugas, kerjakan buku paket halaman 54-60. Ditunggu besok di meja saya. Terimaksih, sama sama." Walaupun kecewa karena diberi tugas, tetapi mereka bersyukur setidaknya waktu pulang tidak ditunda lagi.

"Van, Van, ya tuhan. Daritadi tidur mulu." Deolinda menggoyangkan lengan Vania. Vania masih belum bangun.

"Gue tinggal nih, Van! Ayo bangun! dahlah, pokoknya gue dah bangunin. Jangan ngeroyok gue besok ya. Gue mau nge date dulu, bay." Deolinda bangkit dan bergegas pergi meninggalkan kelas. Vania masih tertidur, posisinya saat ini, kepalanya dimiringkan menghadap ke kiri berbantalan dengan tangannya sendiri.

Sudah 15 menit berlalu tetapi Vania enggan membuka matanya. Tiba tiba Jeffrie datang dan duduk di sebelah Vania. Jeffrie melipatkan tangannya dan menelingkupkan kepalanya menghadap Vania. Jeffrie tersenyum tipis melihat wajah Vania yang kalem saat tidur.

Tangan Jeffrie terulur merapikan anak rambut Vania yang menutupi wajah Vania. "Kamu cantik." ucap Jeffrie seperti nada bisikan.

"Aku sayang sama kamu." ucap Jeffrie dengan tangan yang masih mengelus pipi Vania.

"Makasih." balas Vania yang masih menutup matanya.

"Hm, iya- Van kamu udah bangun?" Jeffrie menegakan badannya dan matanya tetap fokus terhadap Vania.

Vania bangun dan segera bersiap untuk pulang. Jeffrie yang mengerti keadaan canggung pun hendak berbicara.

"Kamu pulang sama siapa?" Vania masih menutup mulutnya. Vania mengabaikan Jeffrie dan pergi. Jeffrie tentu saja mengekori mantannya.

"Kak Jef!" panggil Sarah selaku pemain basket putri. Jeffrie hanya menoleh dan mengangkat alisnya. Jeffrie juga menahan tangan Vania yang hendak pergi.

"Sebentar, tunggu aku." Vania memutar bola matanya malas dan menepis tangan Jeffrie. Vania melenggang pergi mengabaikan teriakan Jeffrie.

Vania terus berjalan hingga sampailah dia di depan gerbang sekolah. Ia menengok ke kanan kiri melihat sekitar. "Yah, kok gak ada yang jemput." keluh Vania. Pasalnya batrai hp nya sudah habis, ia tak bisa menghubungi orang rumah.

"Naik bis ajalah." Saat akan melangkah ada tangan yang menahan Vania. Vania malas menengok, ia tahu itu Jeffrie. Dari parfumnya saja sudah terasa familiar di hidungnya.

"Pulang sama aku, Van." Vania menggeleng dan memaksakan senyumnya.

"Kamu mau naik bis? Gak tau kemarin ada berita pelecehan di bis?" Jeffrie menatap Vania. Vania antara takut dan berani. Vania tak ingin pulang bersama Jeffrie. Jika dulu dia dengan senang hati menerima tawaran Jeffrie untuk mengantarkannya, berbeda dengan sekarang, dia menolak. Vania juga sudah pindah, dia tidak ingin hidupnya diganggu, apalagi dengan makhluk di hadapannya saat ini.

"Van?" Suara Jeffrie membuyarkan lamunan Vania.

"Hm, gue bisa sendiri." Vania melenggang pergi meninggalkan Jeffrie yang termenung akibat penolakan Vania secara terang terangan.

"Seharusnya dulu aku gak kayak gitu sama kamu." lirih Jeffrie penuh penyesalan.

👟👟

"Vania pulang." Vania masuk dan mendapati adik kecil nya sedang menonton televisi.

"Keano maw itu " ucap Keano kepada ayah Vania. Keano menunjuk lego yang sedang tayang di tv. Vania tersenyum melihat adiknya yang berusia 3 tahun itu.

"Keano kakak pulang loh, gak dipeluk?" tanya tante Vania yang kebetulan mampir kerumah Vania. Keano menggeleng memperhatikan Vania.

"Ndak au, akak kotol." Semuanya tertawa melihat tingkah Keano. Antara sedih dan senang. Senang karena Keano hadir di keluarga ini, dan sedih karena Keano belum bisa merasakan bagaimana kasih sayang dari seorang ibu. Itu karena Ibu Vania meninggal setelah melahirkan Keano. Walaupun sempat sedih, tetapi Fahmi selaku kepala keluarga dan Vania berusaha untuk tegar demi Keano. Mereka harus menghiklaskan dan fokus terhadap pertumbuhan Keano.

~maaf kalo ga nge feel
~lanjut gak nih?

MANTANWhere stories live. Discover now