Kehidupan Pertama : Lima [Akhir]

227 47 26
                                    

Hoseok merasakan kelegaan luar biasa saat akhirnya dapat memeluk Junmyeon. Ia merasa sedih melihat luka-luka di wajah pemuda tersebut dan ia yakin, seperti halnya dirinya, di bagian yang tertutup pakaian pasti Junmyeon memiliki beberapa luka lebam.

"Pasti sakit sekali ya?" tanya Hoseok di sela-sela tangisnya sambil mengusap lembut pipi Junmyeon yang membiru.

"Tidak apa-apa. Aku kuat." Junmyeon mencoba tegar. "Kau pasti juga merasa sakit, kan? Sudah diobati?"

Hoseok mengangguk.

"Eomma mengoleskan salep di beberapa bagian. Bagaimana dengan Hyungnim?"

"Sama." Junmyeon tersenyum, menutupi kenyataan bahwa luka-lukanya sama sekali belum diobati karena Sang Ayah melarang. "Kau sudah makan?"

"Tadi. Bagaimana Hyungnim bisa keluar?"

"Orang tuaku pergi ke sebuah acara dan tadi Eomma meletakkan kunci cadangan tanpa sepengetahuan Abeoji. Apakah orang tuamu di rumah?"

Hoseok mengangguk.

"Kita tidak boleh berisik agar tidak ketahuan." Hoseok menoleh ke arah pintu untuk memastikan ayahnya tidak berada di sana. "Hyungnim masuk dulu ya. Masih ada makanan di sini. Makanlah dulu."

Junmyeon mengangguk dan perlahan memanjat naik sambil meringis menahan nyeri di bagian perutnya.

"Hati-hati, Hyungnim."

Hoseok memapah Junmyeon untuk duduk di tepi tempat tidurnya. Ia mengambil piring berisi nasi dan sedikit lauk yang tadi ia makan.

"Maaf hanya ada ini sekarang."

"Tidak apa-apa. Ayo makan bersama."

"Kau saja, Hyungnim. Aku sudah kenyang."

Keduanya tahu bahwa Hoseok berbohong. Namun, Junmyeon tetap menurutinya. Ia memakan nasi dan lauk yang sudah dingin tersebut, membuat air matanya mengalir membayangkan Hoseok memakan makanan seperti itu.

Hoseok mengusap air mata di pipi Junmyeon dan menampilkan senyuman.

"Aku tidak apa-apa. Tidak perlu kuatir."

Junmyeon meletakkan piring kembali ke meja dan memeluk Hoseok.

"Maafkan aku. Jika aku tidak memulainya, kau tidak akan merasakan kesakitan seperti sekarang."

Hoseok mengusap punggung Junmyeon.

"Jika aku tidak membalasnya, kau pun tidak akan merasakan kesakitan seperti ini. Sudah, tidak apa-apa."

Junmyeon mengeringkan air matanya. Ia merasa bahwa pilihannya untuk jatuh cinta pada pemuda berhati baik seperti Hoseok adalah sebuah hal yang tepat.

"Terima kasih. Aku mencintaimu, Jung Hoseok. Ingatlah itu selalu."

---

Junmyeon melangkah tertatih kembali ke rumahnya sebelum orang tuanya pulang. Ia harus memastikan bahwa jendela kembali terkunci dan pintu kamarnya juga supaya ayahnya tak curiga. Ia menyembunyikan kunci cadangan yang ia bawa di dalam salah satu sepatu di lemarinya dan meletakkannya di bagian ujung.

Ceklek!

Ia mendengar pintu depan dibuka. Junmyeon buru-buru merebahkan diri di tempat tidur dan berpura-pura memejamkan mata saat pintu kamarnya terbuka lalu tertutup dan terkunci. Ia menunggu selama satu menit sebelum membuka matanya dan melihat bahwa Sang Ayah tidak berada di dalam kamarnya.

Ia menghembuskan nafas lega. Namun kelegaannya tak bertahan lama. Sang Ayah kembali memasuki kamarnya dan berteriak marah.

"Dasar kau anak tidak tahu diuntung! Kenapa masih menyelinap dan menemuinya, ha?"

Three Lives, One LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang