Kehidupan Ketiga : Sebelas

99 26 9
                                    

Hoseok melamun. Ia merasa yakin bahwa ada yang tidak beres dengan otaknya dan matanya. Keduanya selalu bekerja sama untuk membuat Hoseok mencari dan memperhatikan Jun semenjak mereka berdua membantu kelahiran bayi Marcia dan Felipé.

"So weird (aneh sekali)," gumamnya.

"What's weird? (Apa yang aneh?)" Asistennya bertanya.

"Nothing. It's not important. Let's go and see the patients (Tidak ada. Tidak penting. Ayo berangkat dan menemui pasien)."

Hoseok bersama asistennya, Debbie, yang berasal dari Denver meluncur dengan mobil dinas menuju sebuah perkampungan berjarak setengah jam dari kantor MSF. Rencananya, mereka akan memeriksa tiga pasien yang membutuhkan operasi. Hoseok berharap ketiganya bersedia dioperasi namun mereka belum yakin.

"This is not what we expected. I don't know what makes their condition worsen compared to last week (Bukan ini yang kita harapkan. Aku tidak tahu apa yang membuat kondisi mereka memburuk dibandingkan minggu lalu)," keluh Debbie setelah pasien terakhir keluar.

"They did not listen. Refusing to follow the diet that we suggested before although they know the risk can be severe (Mereka tidak mau mendengarkan. Menolak patuh dengan diet yang kita sarankan sebelumnya meskipun tahu resikonya bisa parah)," jelas Hoseok sambil memijat pelipisnya.

"Then, it's impossible for surgery. The sugar levels are unbelievably high, as well as their blood pressures. Jeez! (Kalau begitu, tidak mungkin dioperasi. Kadar gulanya luar biasa tinggi, juga tensinya. Wow!)."

Hoseok dan Debbie bersandar di kursi dan menatap ke luar tenda praktik mereka.

"Hey, wanna stop by somewhere for lunch? My sister in law's restaurant is not far from here (Hei, mau mampir makan siang? Restoran iparku tidak jauh dari sini)," tawar Debbie yang bersuamikan pria asli daerah tersebut.

"Sure. I skipped breakfast and now I'm starving (Tentu saja. Aku melewatkan sarapan dan sekarang kelaparan)."

---

Hoseok baru saja menjejakkan kaki di ruangannya kala telepon di atas meja berdering.

"Dr.Hope speaking (Dengan Dr.Hope)."

"Hope, it's Jennifer. I've been trying to reach you but no answer (Hope, ini Jennifer. Aku coba menghubungimu tapi tidak bisa)."

"Yeah, I forgot to charge it and it's dead. What's wrong? (Ya, lupa dicas dan sekarang mati. Ada apa?)"

"It's Gracie. Last night the doctor checked her because she said she had a very bad headache and kept vomitting. He found tumor in her brain, Hope. Our little Gracie...I...I can't believe it! First, she lost her dad and now she's having a brain tumor! (Tentang Gracie. Tadi malam dokter memeriksanya karena kepalanya sakit sekali dan terus-terusan muntah. Dia menemukan tumor di otaknya, Hope. Gracie kita tersayang...aku...aku tidak percaya. Pertama, dia kehilangan ayahnya dan sekarang ada tumor di otaknya!)"

"Shit!"

Hoseok menggigit bibir sambil menarik-narik rambutnya.

"Why does it have to be like this? Like she hasn't suffered enough for being an orphan! F*ck! (Kenapa jadi begini? Memangnya dia belum cukup sengsara karena menjadi yatim piatu? Sialan!)."

"Hope, I know you're so busy with your work but my due date is approaching and my husband won't be here. Is it possible for you to come home and stay with Gracie for a moment? You're the only family she has other than me (Hope, aku tahu kau sangat sibuk tapi aku hampir melahirkan dan suamiku tidak bisa menemani. Apa kau bisa pulang dan menemani Gracie sebentar? Kau satu-satunya keluarganya selain aku)."

Three Lives, One LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang