#5 Destiny

489 92 1
                                    

Jisoo menatap wajah gadis itu lekat-lekat, namun mereka berdua masih tetap terdiam. Ia masih ingat saat dirinya membantu gadis itu kemarin di dalam kamar mandi, kata-kata yang ia ucapkan juga masih teringat jelas. Anggap semua ini tidak pernah terjadi.

Ingatan itu muncul di dalam pikiran Jennie juga, lamunan mereka berdua terhenti ketika ibu dan anak yang sebelumnya membeli tisu toilet selesai membayar dan meninggalkan kasir.

Tringg.. tringg..

Suara bel pintu supermarket membuat Jennie dan Jisoo memalingkan kedua wajah mereka. "Berapa semuanya?" tanya Jennie masih dengan nada bicara yang dingin.

Selesai membayar ia segera pergi, tak ada tatapan lain pada Jisoo. Jisoo dan Lisa sama-sama terdiam disana tanpa Lisa sadari jika sepupunya ini masih mematung sampai kepergian Jennie sudah tidak terlihat lagi oleh pandangannya.

***

Selama pekan ujian berlangsung, Jisoo sudah 3 hari belakangan ini melihat sosok gadis yang ia temui secara tidak sengaja di kamar mandi sedang duduk berdua bersama temannya di pojok ruangan. Memesan minuman yang sama dengan minuman kesukaannya, iced americano.

Sore ini, kedai sangat padat, banyak konsumen mahasiswa dan beberapa karyawan yang baru saja selesai pulang bekerja. Jennie dan Rose masih berkutat di depan laptop sambil sesekali berdiskusi menyelesaikan beberapa soal.

Braakk..

"Aku minta kopi ini panas, kenapa kau membuatkannya yang dingin hah?!"

Sebuah makian terdengar dari arah kasir, seorang lelaki berbadan tinggi besar dengan brewok yang tercukur rapi memaki seorang pekerja kedai namun bukan Jisoo orangnya. Jennie sedikit teralihkan dan ia mengerutkan dahinya saat tau siapa orang yang membuat keributan itu.

"Mohon maaf pak, tapi sesuai pesanan tadi jika bapak memesan kopi dingin bukan panas." jelas Seulgi berusaha menjelaskan.

"Aku tidak pernah memesan kopi dingin!!"

Gebraaakkk..

Sebuah hentakan di meja benar-benar terdengar keras, sampai akhirnya kopi tersebut di lemparkan ke depan wajah Seulgi di depan banyak konsumen. "Kalau bekerja itu yang betul!!"

"Pak!!" lerai Jisoo kemudian, Jennie masih memandangi lelaki itu dengan tajam. Ya, lelaki itu sama seperti orang yang menyiksanya minggu lalu di hutan, ia masih ingat, sangat ingat. "Kami akan mengganti pesanan bapak, karyawan kami hanya berusaha mengingatkan kalau kami sudah membuat minuman sesuai pesanan." tapi lelaki itu sudah kepalang naik pitam. "Yang pesan tadi anaknya kan pak?" lelaki itu melihat ke arah anak perempuannya yang hanya melihat pertengkaran sang ayah dengan Seulgi.

"Papa bilang apa tadi sama kamu? Kopi dingin?" Anaknya menggeleng, ia lupa apa pesanan sang ayah karena terlalu sibuk bermain gadget. "Bikin malu!! Pulang!!"

Plaaakk..

Remaja perempuan itu di tampar di depan umum, ya lelaki itu malu karena bertindak tanpa tau penyebabnya apa. Jisoo merasa tidak terima dengan perlakuannya yang bersikap kasar pada perempuan bahkan anaknya sendiri tidak di perlakukan dengan benar, Jennie pun menyimpan dendamnya tersendiri saat ia mengingat plat mobil lelaki tersebut sebelum mereka pergi.

***

"Jen.."

Tok.. Tok.. Tok..

Pintu kamar Jennie terbuka sedikit namun gadis itu tidak menyaut panggilan sang ibu. "Makan malam dulu nak." ucapnya lembut.

Jennie terbangun dari tidurnya, sepulang dari kedai, ia tertidur sangat pulas karena tubuhnya masih terasa sakit dan luka di tangannya pun belum benar-benar pulih.

"Iya Ma, nanti Jennie turun." Ibunya meninggalkan Jennie, menunggu gadis semata wayangnya turun ke meja makan dan makan malam bersama. Jennie menggosok matanya dan melihat ke arah laptopnya yang masih menyala, menunjukan identitas seseorang yang tadi sore sebelum ia tertidur, ia sempatkan untuk melacaknya. "Aku harus makan banyak agar punya sedikit tenaga." keluhnya kemudian berjalan keluar kamar.

Bagaimana gambaran Jennie Kim di depan kedua orang tuanya? Baik. Iya, Jennie adalah anak yang baik menurut mereka, baik dalam segala hal, sikap maupun sifat. Jauh dari itu Jennie memang tidak pernah mau terus menerus berlindung di bawah kedua orang tuanya, di ajari oleh sang ayah untuk bisa menjadi seorang perempuan yang kuat sudah Jennie buktikan dengan menggegerkan satu negara. Namanya memang tidak tercantum di berita itu, tapi pembunuhan yang dilakukan olehnya pada sang mantan kekasih belum bisa terungkap sampai saat ini. Betapa cerdasnya ia, masih bisa berkeliaran dan mengenyam pendidikan dengan santai.

Jennie memutuskan untuk mencari lelaki yang berbuat onar di kedai kopi tadi sore sebelum jam 12 malam. Berbekal informasi yang sudah ia ketahui, Jennie berangkat menggunakan angkutan umum dan duduk sendirian sambil mendengarkan musik dari ponselnya.

"Apakah Tuhan masih memberikan kepercayaan pada kita untuk bisa percaya pada takdirNya?" Jennie berusaha untuk mengabaikan seseorang yang baru saja duduk di sampingnya. "Kau tau, tidak baik jika mengabaikan orang lain yang sedang berbicara denganmu." Tak peduli, Jennie masih tetap berkutat dengan ponselnya. "Dan tidak baik kalau perempuan keluar malam-malam seperti.."

"Bisakah kau menutup mulutmu?"

"Permisi?"

"Bisakah kau menutup mulutmu dan diam?" Jennie melepaskan earphone yang sedang ia gunakan dan menatap ke arah Jisoo yang masih terdiam sambil mengangkat satu alisnya, memasukkan kedua tangannya ke dalam saku jaket.

Mereka berdua masih saling menatap, Jisoo membuka tutup hoodienya, tatapannya sendu namun cukup membuat Jennie tidak berkutik beberapa detik sampai akhirnya ia kembali mengenakan earphonenya dan mengabaikan Jisoo lagi.

Sreett..

Jisoo menarik dagu Jennie dan memaksa gadis itu untuk menatap ke arahnya. "Kau cukup cantik untuk seorang perempuan yang berani mendatangi lelaki kurang ajar itu."

Plakk..

Jennie menepis tangan Jisoo, tidak kasar namun sedikit keras. "Kau sangat mengganggu." hardiknya. "Kau bahkan tidak bisa menghargai seseorang yang sedang menghabiskan waktunya sendirian."

Jisoo tersenyum miris, ia kembali menegakkan tubuhnya dan membiarkan Jennie sendirian dengan ponselnya.

Bus yang mereka tumpangi sudah berhenti di halte terakhir, Jennie turun setelah tau jika ia sudah sampai namun..

"Dan kau akan pergi sendirian kesana?" Lagi-lagi ia mendengar suara Jisoo di belakangnya. "Aku tidak yakin kalau kau bisa membunuh lelaki itu dengan cepat."

"Bisakah kau berhenti mengikutiku dan tutup saja mulut cerewetmu itu." Jennie berjalan sedikit lebih cepat dan Jisoo tetap mengikuti langkahnya.

"Hey.." Jisoo menarik salah satu tangan Jennie, membuat gadis itu berbalik dan menatap Jisoo dengan penuh benci. "Kau bahkan tidak ada masalah dengannya, aku yang harusnya menghabisi dia." jelas Jisoo.

Jennie menghela napasnya, sulit berbicara dengan orang asing yang baru beberapa kali ia temui. Namun di samping itu Jennie lah yang berusaha mencari tau siapa wanita yang membantu ia mengobati tangannya sampai rela meluangkan waktu untuk datang ke kedai setiap sore.

"Apa dendammu padanya?" tanya Jisoo lagi sampai akhirnya Jennie membuang wajahnya ke arah lain.

"Dia yang sudah membuat luka yang kau obati kemarin." jelasnya sambil memperlihatkan luka di tangannya yang sudah mulai mengering pada Jisoo.

***

Bloody LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang