#1 Suicide

2.1K 127 6
                                    

Ada seorang wanita berjalan menerobos gelapnya malam kota itu, ia mengenakan syal yang melingkari lehernya karena bulan ini salju sedang turun cukup lebat dan suhu udara pun menurun drastis. Napas yang ia keluarkan terlihat seperti asap tipis, wajahnya memerah karena tubuhnya berusaha untuk menghangatkan dirinya sendiri.

Sudah pukul 11 malam sejak ia berjalan keluar dari rumahnya hanya untuk berjalan-jalan. Jalanannya sepi mungkin orang-orang yang lewat bisa di hitung jari. Ada kegaduhan yang ia dengar saat ia melewati sebuah gang kumuh yang di terangi cahaya remang-remang.

"Diam!!" bentak beberapa lelaki saat mereka sedang menyekap seorang wanita. Wanita itu sudah berantakan dan sepertinya ia adalah korban kejahatan, tubuhnya meringkuk di sudut tembok sambil berusaha melindungi dirinya sendiri. Salah satu lelaki itu melihatnya berhenti dan menatapnya balik.

"Apa kau lihat-lihat? Pergi sana!! Ini bukan urusanmu!!" ucapnya, terdengar jelas jika mereka sedang berada dalam pengaruh alkohol dan mabuk berat.

Dughh..

Bahu wanita itu di tabrak oleh seseorang dari belakang, yang menabraknya adalah seorang wanita dengan mata sipit seperti kucing namun pipinya sangat menggemaskan. Ia menaikan masker hitamnya kemudian mengeluarkan sesuatu dari balik jaketnya. Wanita di ujung gang hanya menatap para lelaki itu yang benar-benar di habisi oleh wanita tadi.

Sebuah pisau kerambit yang ia pegang mengalun terarah menyobek setiap titik vital lelaki yang menyerang ke arahnya, gaya bertarungnya sangat lembut, ia hanya bergerak menghindar dan dengan sendirinya pisau itu membelah setiap senti kulit mereka.

Wanita korban kekerasan itu hanya bisa berteriak dan menangis hiteris saat tubuhnya terkena cipratan darah para preman, bahkan seorang lelaki tergeletak jatuh tepat di hadapannya dengan leher yang nyari putus sambil meregang nyawa dan tubuhnya kejang.

Tidak butuh waktu lama untuknya menghabisi semua preman itu dan membantu sang korban untuk pergi dari sana secepatnya sambil memberikan jaketnya.

Wanita di ujung gang hanya mendengus acuh dan kembali berjalan, ia tau jika sang pembantai membuang kerambitnya ke tong sampah beserta sarung tangan latex yang ia pakai.

Dugghh..

Kali kedua bahunya di tabrak oleh orang yang sama dari belakang, ia bisa melihat jika ada noda darah di pipi wanita itu namun ia terdiam ketika dirinya di tatap dengan sinis.

"Kau tau disana ada kejahatan tapi kau malah diam saja, apa kau mau aku bunuh juga?" ucapnya sambil terus melangkah pergi.

Ucapannya penuh dengan kebencian dan sangat dingin, seolah-olah dia tidak takut dirinya di laporkan ke polisi atas kasus ini.

***

Setelah ia membunuh beberapa preman tadi, gadis itu memutuskan untuk pergi ke sebuah bukit dimana disana adalah salah satu pintu masuk bagi para pendaki untuk mendaki sebuah gunung yang di kenal dengan pemandangan yang indah di atas puncaknya. Saat ini musim dingin, sangat jarang para pendaki mendaki gunung ini saat musim dingin. Ia menggendong ranselnya dan berjalan sendirian, menyusuri tinggi dan lebatnya pohon-pohon pinus dan hanya berbekal senter kecil saja untuk menerangi langkahnya.

Tempat favoritnya adalah sebuah tebing yang memberikan pemandangan indah langsung ke arah kota namun saat ia sampai disana, ada seorang gadis yang berdiri sendirian di sisi tebing dan dengan ragu melihat ke bawah.

"Hey!!" sapa Jennie, gadis itu segera berbalik badan, tubuhnya gemetar ketakutan apalagi suasana di sana dingin jadi sudah pasti jika ia juga kedinginan.

"M-mau apa kau kemari? Mundur!!" perintahnya dengan nada gugup. Gadis itu hanya memandangnya dengan acuh dari atas ke bawah, ia seakan tidak peduli dan sikapnya menyapa pun hanya ingin menyapa bukan mencampuri urusannya. "A-aku bilang mundur!!! Mundur aku akan.."

"Akan apa? terjun bunuh diri? Aku tidak peduli, lakukan saja kalau kau bisa." Gadis itu tercekat, bisa-bisanya orang asing melihatnya yang ingin bunuh diri dan malah di suruh benar-benar bunuh diri. Ia sesekali melihat ke arah jurang, tinggi sekali, mungkin dalamnya beratus-ratus meter. Kakinya mulai melangkah namun hatinya ragu. "Aku yakin kalau kau tidak berani untuk terjun kan? Tidak usah so jagoan."

"A-aku akan lompat kalau kau mendekat selangkah saja." ucapnya, dan benar saja gadis itu mendekat selangkah namun ia tidak jadi melompat.

"Kenapa tidak melompat? Takut?"

"T-tidak!!"

"Daripada kau seperti itu, lebih baik kau duduk di dekatku, kita minum kopi." ia mulai terduduk, kemudian menjatuhkan ranselnya dan berjalan ke sekitarnya untuk memungut beberapa ranting dan dedaunan kering.

"Apa kau bodoh? Disini tidak boleh menyalakan api unggun, bisa kebakaran." cegah wanita yang ingin bunuh diri.

"Aku tidak bodoh jika aku bisa memadamkannya dan tau bagaimana cara menggunakan api unggun dengan benar." Ia kemudian membakar beberapa ranting dan daun yang ia kumpulkan dan mengeluarkan sebuah kompor portable kecil, dua cangkir kecil khas pendaki dan menyeduh dua bungkus kopi susu. "Kemarilah, duduk, tenangkan dirimu." 

Wanita itu ragu namun akhirnya ia duduk juga di dekat orang asing tersebut. "T-terima kasih." ucapnya saat ia merasakan betapa hangat dan nikmatnya kopi ini.

"Daripada kau bunuh diri lebih baik aku saja yang membunuhmu." Seperti tersambar petir, baru saja satu tegukan yang ia minum, kini ia merasa jika nyawanya benar-benar terancam. Siapa yang tau jika orang asing itu adalah seorang pembunuh? "Kenapa? Kenapa berhenti? Minumlah, aku tidak memberikan racun apapun padamu." senyumnya, jujur saja senyuman itu sangat manis.

"Kalau kau sekarang malah berpikiran macam-macam tentangku, aku bukanlah orang yang kau pikirkan. Aku kemari jika sedang ingin membunuh orang saja, jika tidak ya tidak akan. Aku juga hanya membunuh jika sudah di beri izin oleh orang-orang seperti dirimu, orang-orang yang putus asa dan sudah tidak memiliki harapan lagi, aku tidak sembarangan membunuh orang." gadis itu terdiam, ia tetap menikmati kopinya meskipun setiap kalimat yang keluar dari mulut orang asing itu terdengar seperti ancaman baginya. "Aku membunuh dengan tenang, tanpa rasa sakit. Sejujurnya kau itu cantik, kau seperti memiliki masa depan yang cukup baik, tapi kau ini merasa sangat kesepian dan ragu dalam segala hal, kau benci sendirian namun hanya rasa itu yang kau rasakan, tidak ada yang mengerti bagaimana dirimu saat ini bukankah begitu?" tanyanya. Gadis itu mengangguk setuju, ia memang ragu untuk bunuh diri namun tidak ada cara lain yang bisa menenangkannya selain itu.

"Aku juga pernah seperti itu, aku merasakan itu setiap hari, kau beruntung kau masih memiliki kehidupan seperti ini. Coba aku, aku malah terjatuh dalam kecanduan aneh.." seringainya. Suara decapan di akhir ia menyesap kopi menjadi hal ternikmat dalam hidupnya, setidaknya malam ini ia gagal membunuh banyak orang karena yang ia datangi masih memiliki akal sehat. "Jangan bunuh diri, kau tau sendiri kalau bunuh diri itu salah, kalau kau masih merasa seperti itu datanglah padaku, aku akan membunuhmu atau menenangkanmu. Aku masih waras ya!!" tawanya ringan. "Siapa namamu?"

"A-aku?"

"Iya kau, siapa namamu?"

"W-wendy."

"Wendy? Nama yang cantik, kau juga cantik. Hai Wendy, kenalkan aku Jennie. Kim Jennie."

***

Bloody LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang