#16 Coffee

191 28 3
                                    

Hari ini Jisoo dan Seulgi berada di satu shift yang sama, sembari menunggu pelanggan mereka mulai merapikan dan membersihkan work station mereka masing-masing. Seulgi mengelap beberapa gelas yang baru saja ia cuci sedangkan Jisoo membersihkan mesin kopi mereka dan mengecek sisa barang sebelum mencatatnya untuk pemesanan besok pagi.

Masih ada beberapa pelanggan lain yang sedang duduk bersantai dan mengobrol bersama dengan teman-teman mereka, jadi suasana tidak terlalu sepi meskipun hari sudah mulai sore dan biasanya sebentar lagi akan banyak anak kuliahan berdatangan ke kafe mereka.

"Aku mendengar cerita dari Lisa kalau kau pernah masuk berita." tidak ada angin, tidak ada hujan, Seulgi tiba-tiba memulai pembicaraan.

"Berita apa?" Jisoo yakin kalau yang Seulgi bicarakan adalah kejadiannya di sungai bersama Jennie, "aku tidak pernah sampai masuk ke dalam berita, aku tidak terlibat apa-apa."

"Katanya waktu itu ada insiden yang memakan korban jiwa."

"Tidak, dia hanya tergelincir." 

Seulgi tersenyum miring, "berarti kau tau kan? Haha.. Kau tidak pandai berbohong Jisoo-ya, apalagi sudah di jebak seperti ini." Jisoo mendelik tajam saat dirinya sedang berlutut mengurusi stok susu di kulkas bawah.

"Kau tidak sungguhan melakukan ini kan? Yak! Kang Seulgi!" geram Jisoo, Seulgi hanya terkekeh dan tawanya berhenti saat seorang konsumen datang memesan minuman.

Percakapan mereka kembali berlanjut saat sang konsumen sudah mendapatkan pesanannya dan pergi, "aku ingin bertanya padamu, bagaimana caranya mendekati seseorang?"

"Mendekati dalam hal apa? Berhubungan?" 

"Ya maksudku, kalau kau suka pada seseorang dan kau ingin mendekatinya, bagaimana caranya?"

"Kau sedang kasmaran?" Seulgi mulai menggoda Jisoo.

"Sudah jawab saja apa yang aku tanyakan, jangan bertanya balik sebelum kau menjawabnya!" 

"Ya bagaimana ya, caranya ya kau lebih agresif saja padanya, jangan bergerak cepat dan jangan bergerak terlalu lambat juga. Kau harus memberikan banyak sekali perhatian padanya agar dia juga sadar kalau kau sedang berusaha mendekatinya." Seulgi sangat penasaran dengan apa yang akan Jisoo lakukan ketika temannya sedang kasmaran dan ia juga belum pernah melihat Jisoo sangat agresif maka dari itu saran itulah yang Seulgi berikan.

"Oh harus agresif ya?" untuk menghadapi masalah yang lain Jisoo masih bisa diandalkan, tapi kalau masalah cinta, dia bodoh.

"Iya, harus agresif, memangnya siapa yang kau suka? Orang mana?" 

"Ada deh.. terus langkah pertama harus ngapain?" Jisoo melihat jam tangannya, shiftnya hari ini sudah berakhir.

"Kasih tau dulu dia orang mana.." Seulgi tidak menyerah untuk mencari tau.

"Ya sudah ada saja lah, nanti kalau dia kemari akan aku kenalkan padamu." Tidak ada jawaban lain yang bisa Seulgi berikan selain nasehat-nasehat.

"Ya sudah karena kau tidak mau memberitahukannya, kau cari tau saja sendiri langkah pertamanya apa." Seulgi keluar dari area barista dan memilih untuk membersihkan meja-meja di depan.

"Ish!!" gerutu Jisoo sembari meremas lap yang ia pegang.

***

Jennie baru pulang dari kampusnya dan merasa tidak enak badan jadi ia memutuskan untuk tidur sebentar sampai makan malam tiba. Sebelum Jennie merebahkan tubuhnya di kasur, ia meminum obat penghilang rasa sakit agar merasa lebih baik setelah bangun tidur.

20 menit setelah memejamkan matanya, Jennie masih tetap tidak bisa tidur, matanya terpejam tapi isi kepalanya seolah-olah berkecamuk dan telinganya masih mendengarkan hal-hal yang terjadi di sekelilingnya. Jennie tidak bisa fokus untuk tidur tapi ia terus memejamkan matanya rapat-rapat dan tidak peduli dengan apa yang terjadi.

Semua hal yang terjadi dengan masa kecilnya terputar di alam bawah sadar dan membuatnya teringat kembali, semua hal ketika pembunuhan yang terjadi pada seorang pria di saksikan oleh matanya sendiri, semua hal-hal yang tidak mengenakan terus terngiang-ngiang di kepalanya. Mimpi itu membuat Jennie seakan-akan tenggelam semakin dalam dan bukan masuk ke dalam tidur yang nyenyak.

"Hmpphh...." Jennie menarik napas panjang dan segera terbangun, matanya sangat cerah dan tidak lagi merasa ngantuk. Jennie tidak menyangkal kalau semua hal yang sudah ia lakukan selalu terbawa ke dalam mimpinya, raut wajah para korban yang sudah ia bunuh masih terekam jelas di benaknya, tapi Jennie tidak ambil pusing yang lalu biarlah berlalu.

"Jen, makan malam!" Terdengar suara sang ibu dari ruang makan, Jennie melirik ke layar ponselnya yang tergeletak di sampingnya dan memang ini sudah jam setengah 7 malam.

Dengan langkah gontai, Jennie pun menuju ruang makan, menarik kursinya dan melihat menu yang disediakan, "Ibu membuat makanan kesukaanmu chickin dengan saus gochujang, ini nasinya...." Nyonya Kim memberikan semangkuk nasi dengan porsi setengah lebih sedikit dari porsi kedua orang tuanya.

"Ayah kemana?" Jennie menyisir seluruh ruangan rumah yang bisa terlihat olehnya dan mencari keberadaan sosok ayahnya.

"Tadi ayah telpon, dia sedang menghadiri acara reuni dengan teman-temannya di kedai kopi, tadi apa ya nama kedainya?" Nyonya Kim mengambil ponselnya dan mengirimkan pesan pada suaminya, "oh kedai Dalgomi."

Tidak menaruh curiga apapun, Jennie tau kalau itu adalah kedai tempat dimana Jisoo bekerja, ia kembali menikmati makan siangnya dan berusaha untuk tidak terlihat kurang sehat di depan sang Ibu agar ia tidak khawatir.

Jisoo dan Seulgi masih membereskan semua station karena waktu luang mereka masih ada, seorang konsumen mendekati meja kasir untuk memesan kopi.

"Mau tambah kopi susunya satu." Ucap lelaki paruh baya dengan gaya pakaian yang cukup stylish.

"Boleh, silahkan, kopi susunya dingin atau panas?" Tanya Jisoo dengan ramah.

"Oh dingin saja."

"Yak, aku juga mau tambah pesanan, kopi susu satu." Jisoo mengangguk ketika salah satu teman lelaki itu menambah pesanan, tapi ketika Jisoo mendongak untuk menerima uang, dadanya terasa panas ketika mengetahui siapakah orang tersebut.

Kim Yeon Seol, ayah dari Jennie, target utamanya selama ini berdiri dihadapannya dengan wajah berseri. Itu membuat perasaan Jisoo menjadi tidak karuan, ia tetap berusaha melayani konsumen dengan baik sampai mereka berdua kembali ke mejanya.

"Apakah aku harus membunuhnya sekarang?" Jisoo segera membuat dua gelas kopi susu dingin, sembari memasukan es batu, Jisoo terus memikirkan rencana yang seharusnya segera ia lakukan sebelum sang target menghilang lagi.

"Apakah ini terlalu cepat?" Tidak ada bubuk sianida yang ia bawa, semua station sudah dibersihkan dan akan menjadi bencana kalau sampai benda itu ada di tempat kerjanya.

"Aku harus apa? Berpikir cepat Jisoo-ya!!" Jisoo mengepalkan tangannya dengan kuat, tapi tidak ada hal yang terpikirkan olehnya. Ia bisa saja membunuh Yeon Seol setelah lelaki itu keluar dari kedai tapi ada perasaan yang berusaha menahannya.

"Kau sudah selesai? Kalau sudah, biar aku yang mengantarkan pesanannya." Suara Seulgi terdengar berada tepat di belakangnya, Jisoo hanya bisa mengangguk tanpa mengatakan jawaban apapun.

Jisoo menatap tajam ke arah Yeon Seol, ia ingin segera melihat wajah ceria lelaki itu berubah menjadi wajah menderita.

***

Bloody LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang