#8 The Cliffside

506 92 1
                                    

Senyuman Jisoo kecil terlihat sangat manis menyambut kedatangan Tuan Kim ketika sang ayah yang sudah lama tinggal di Jepang kini pulang dan tidak akan kembali lagi ke negeri sakura tersebut. Tuan Kim mengenyam pendidikan disana, menghabiskan masa mudanya terjerat di dalam sebuah kartel gelap.

Menjadi seorang anggota mafia adalah pilihannya untuk disegani, meskipun ia bukan keturunan murni penduduk Jepang namun ia fasih dalam berbahasa.

"Ayah!!" celoteh Jisoo yang masih berumur 9 tahun. Pelukan hangat yang ia rindukan akhirnya bisa ia rasakan kembali, karena sang Ayah harus bolak balik pergi kesana dan meninggalkan Jisoo bersama sang istri di rumah.

"Chichu!! Anak ayah sudah semakin besar." Tuan Kim cukup takjub dengan tumbuh kembang anak tunggalnya. "Sudah makan? Makan apa hari ini?"

"Makan chickin, aku sangat suka chickin Yah.." ucap Jisoo saat berada di dalam pelukan sang Ayah.

"Chickin ya, anak Ayah memang paling hebat kalau makan chickin." Tuan Kim mengusap pucuk kepala Jisoo dengan penuh rasa sayang.

Hari-hari mereka lewati sebagai keluarga kecil yang bahagia, tidak jarang juga Tuan Kim mengajari Jisoo kecil beladiri ringan, ia tau betul apa resiko yang akan mengancam ia dan keluarganya di masa mendatang. Menjadi seorang mafia tidaklah mudah, banyak pesaing-pesaing kartel lain yang berani melakukan apapun untuk menjatuhkan kartel milikmu, setelah kau memutuskan untuk keluar dari sana maka kau sudah siap untuk mati karena Tuan Kim memiliki jabatan yang cukup penting dan di incar oleh kartel musuh.

"Kalau Jisoo sudah besar, Jisoo harus bisa menjaga diri Jisoo sendiri ya." Tuan Kim menepuk kedua bahu Jisoo menatap mata sang anak lekat-lekat.

"Tapi kan ada Ayah." suara Jisoo yang sangat lugu membuat sang Ayah tak sampai hati meninggalkannya suatu saat nanti.

"Iya ada Ayah, Ayah akan selalu melindungimu tapi kau juga harus bisa melindungi dirimu sendiri."

Jisoo yang tidak tau apa-apa hanya bisa mengangguk paham, berusaha mengerti sesuatu yang tidak bisa ia pahami sama sekali.

Pada hari dimana kecelakaan itu terjadi, keluarga Lisa lah yang pertama kali datang ke rumah, mendapati Jisoo sedang tertidur di sofa sendirian. Bibinya segera memeluk Jisoo dengan erat, entah apa yang harus ia katakan pada anak sekecil ini tentang kematian kedua orang tuanya.

***

Jisoo tersadar dari lamunannya, ia masih menatap ke arah Jennie yang berhasil membuat kenangan kelam masa kecilnya teringat kembali.

"Kau bukanlah orang yang lemah dan aku tau itu Jisoo-ya." perlahan Jennie melepaskan dirinya dari Jisoo yang sudah terdiam sambil meremas gagang Tantonya, meninggalkan Jisoo sendirian disana.

Jisoo segera menyarungkan belatinya, tertunduk di depan wastafel toilet dan menggelengkan kepalanya pelan, tidak menyangka jika ada orang lain yang tau apa pekerjaan sang ayah. Selama ini keluarga besarnya selalu menutupi rahasia ini yang sebenarnya adalah sebuah kejahatan besar. "Kim Jennie huh?" Jisoo terkekeh. "Kau.." Merasa jika perasaannya tidak akan membaik jika terus memikirkan bayang-bayang sang ayah dan perempuan yang belakangan ini sering bertemu dengannya, Jisoo memilih untuk kembali bekerja.

***

Seperti malam-malam biasanya, Jennie kembali menghabiskan waktu malamnya sebelum tengah malam menatap pemandangan kota dari atas gunung. Di temani sebuah api unggun yang ia gunakan sebagai penghangat tubuh dan tak lupa ia juga membuat secangkir kopi.

Tak ada yang ia lakukan selain memegang gelas kopinya dengan erat dan terdiam, gadis itu terlihat seperti merenungi sesuatu. Pikirannya tertuju pada sesuatu, setelah sekian lama ia tidak pernah merasakan bagaimana di perhatikan dalam artian lebih oleh seseorang kini ia merasakan perasaan itu lagi.

Bloody LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang