Truth 4; A Little Hurrican On A Calm Sea

8.3K 1.6K 1K
                                    

Om Hwang, tatapanmu mengalihkan pesona bulu bulu Snobolie

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Om Hwang, tatapanmu mengalihkan pesona bulu bulu Snobolie. Jadi voter keberapa nih?










Dulu, Sora tidak terlalu memahami sebuah konsep atau sederhananya mengenai istilah, boneka cantik itu hanya dipajang, boleh dilihat tapi tidak boleh dimainkan. Memangnya apa salahnya? Bukannya boneka ada sebagai teman bermain? Iya, itu dulu, tapi tidak ketika ia mengamit lengan Seojin untuk masuk ke dalam rumah utama keluarga Hwang.

Orang bilang, wanita pasti bahagia jika dipuji-puji secantik dan seanggun boneka, dipuja karena sikap dan tutur perilakunya. Ah, Sora rasanya ingin menonjok orang-orang yang menggaungkan kalimat-kalimat itu. Menjadi seolah boneka itu melelahkan, harus selalu sempurna, kaku seperti tiang besi yang tak diperbolehkan bengkok.

Land Rover Velar yang Seojin bawa berhasil berhenti di parkiran samping. Sora bisa melihat SUV lain berwarna putih tulang di sampingnya. Jelas Mama tidak pergi ke manapun hari ini. Jam baru menunjukkan pukul tiga sore dan langit masih belum sepenuhnya petang. Seojin terlihat gagah dan tampan di balik kemeja dengan rompi presisi yang memeluk dada bidangnya.

"Biar aku saja yang membawa rotinya," kata Seojin sembari mengambil kantong kertas berisi roti sifon yang mereka beli. "Kau baik-baik saja?" tanyanya kemudian.

Sora cukup memaku sebelum akhirnya menjawab. "Ya, aku baik-baik saja."

Dan seharusnya Seojin tahu ia tidak pernah baik jika ada sang nenek di dalam. Tapi kemudian, Seojin berkata, "Tenanglah, ini tidak lama. Kita akan pulang setelah makan malam selesai."

"Tentu, Seojin-ah."

Tapi tentu saja Seojin tahu. Mungkin Sora pandai bersikap seperti yang Seojin inginkan di depan orang, tapi jauh di dalam lubuk hatinya Sora meyakini jika sang suami mengerti apa yang ia rasakan. Seojin meraih tangan Sora, menelusupkannya nyaman di antara lengan meskipun tanpa menatap. Tapi perlakuannya terasa lembut. Mereka lalu naik, meniti anak tangga untuk sampai pada teras pintu utama. Seojin hanya membutuhkan tiga ketukan pada pintu dan seorang pelayan sudah membuka papan kayunya di sana.

Kebetulan Mama terlihat melintas yang mungkin baru saja keluar dari kamar dengan setelan rapih. "Kalian datang lebih cepat?" tanyanya mendekat dan menyambut dengan senyuman hangat.

Sora segera melepaskan tautan tangannya pada lengan Seojin, mengulas senyum untuk menerima pelukan hangat sang ibu mertua. "Iya, Ma. Kami hanya tidak ingin datang paling terlambat," kata Sora dan Nyonya Hwang tertawa mendengar hal itu.

Sejenak menatap Seojin sebelum mengelus wajah tampan sang putra, "Jangan terlalu keras pada Sora, Seojin-ah," jedanya dengan sorot yang sekelibat berubah tanpa arti. "Kau tahu itu."

"Oma di mana?" tanya Seojin seolah terang-terangan mengalihkan pembicaraan setelah menarik senyum untuk beberapa saat.

"Oma ada di taman belakang, meminum teh dengan Jisu."

If Truth Can Lie ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang