Lie 18; Night Cruise With a Calm Breeze

8K 1.3K 661
                                    







Sepertinya banyak sekali ya yang sudah kangen sama Om Hwang. Voter ke berapa nih di comeback ITCL setelah sekian lama?






            Seojin tengah menelepon Freed untuk membatalkan beberapa jadwal meeting, sementara Jisu bilang ia harus menyelesaikan beberapa tugas kelompok sebelum ia membolos selama beberapa hari

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




Seojin tengah menelepon Freed untuk membatalkan beberapa jadwal meeting, sementara Jisu bilang ia harus menyelesaikan beberapa tugas kelompok sebelum ia membolos selama beberapa hari. Pada akhirnya, tidak ada yang bisa menolak permintaan Mama bahkan untuk Sora sekali pun. Mereka berempat benar-benar pergi ke Jeju-do dan menaiki kapal pesiar dengan tiket yang sudah dipesan khusus oleh Sohe.

"Semoga kau tidak membenci Mama tentang hal ini, Sora," kata Sohe tiba-tiba, keduanya masih berdiri pada salah satu ruang fasilitas kapal pesiar, di mana sebuah ruangan akuarium ubur-ubur dipamerkan di sana.

"Kenapa Mama berkata seperti itu?"

Lengkungan pada bibir Sohe terlihat tak cukup bahagia, secercah sorot yang cukup sulit juga terpancar di sana. "Mama hanya merasa seperti tengah memaksa dirimu dan Seojin," jedanya tatkala sebuah ubur-ubur dalam tangka air berlampu biru terang itu berenang ke atas.  "Tapi tidak, Mama sebenarnya tidak terlalu memikirkannya juga. Maksud Mama, adopsi anak juga bukan hal yang buruk. Hanya saja ...."

Sora tanpa sadar juga menarik napasnya. Mungkin ini adalah kali pertama Sora dan Sohe berbicara cukup serius. Sora diam-diam sedikit merasa bersalah sebab sempat menghindari untuk menemui ibu Seojin. Tak pernah mudah. Sebab, kebaikan Sohe lah yang paling takut Sora kecewakan.

"Di antara Oma atau Seojin, Mama tidak tahu siapa yang akan menentang hal ini nantinya."

Adopsi anak, ya? Ide seperti itu sempat hinggap dalam pikiran Sora sendiri. Tapi ia tak benar-benar memikirkannya dengan segegabah itu. Sora membutuhkan waktu untuk memikirkan satu sampai dua hal yang nantinya akan ia putuskan.

"Seojin sama seperti Mama," jeda Sora dengan pandangan yang memerhatikan jemarinya sendiri. "Dia bilang padaku tidak keberatan dengan keadaanku. Untuk saat ini."

Saat Sora akhirnya menatap Sohe, wanita dengan tatanan rambut rapi itu terlihat tersenyum lega. Barangkali Sohe diam-diam juga tengah menahan perasaannya sendiri, sesak dan khawatirnya sendiri. "Kau tidak tahu sebahagia apa Mama mendengar hal ini." Sohe tersenyum lebih lebar dengan barisan gigi yang tertata rapi. "Ambil waktu sebanyak yang kau mau. Untukmu dan Seojin. Dokter hanya manusia, yang menciptakan kehidupan itu Tuhan. Jadi, jangan terlalu larut dengan spekulasi makhluk yang terbatas seperti kita."

Sora gagal mencegah matanya untuk tidak berkaca-kaca. Pupil abu-abunya bergetar, terasa menghangat dan senyumannya merangkak bersamaan ia mengangguk. Mama itu terasa seperti gunting yang tengah memotong ikatan benang dalam hatinya. Rasa sesak Sora mengendur, kelegaan bak diguyur dari ujung kepala. "Terima kasih untuk pengertiannya. Aku tidak tahu harus bagaimana lagi seandainya Mama tidak berada di sini."

If Truth Can Lie ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang