Truth 6; His Warm Touch, But There Is Something To Compare

11.3K 1.6K 741
                                    


Halooh, bagaimana kabarnya? Semoga kalian dalam keadaan baik dan bahagia terus. Yuk ramein komen dan vote di part ini untuk ngobatin kangen sama Om Hwang yang mundur sehari ya updatenya, muehehehe. Tapi part ini panjang kok 🌚🌚 eh lhoo

Yuk, absen vote dulu kalian dapat nomor berapa?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Yuk, absen vote dulu kalian dapat nomor berapa?








Waktu pertama Sora menemani Seojin ke Kanada, rasa debarnya bukan main. Dan sekarang hal itu menjadi biasa untuk Sora Egbert. Dalam waktu beberapa minggu saja menjadi istri Seojin, Sora hampir pergi ke luar negeri setiap satu enam hari sekali. Memang semua hal yang baru kali pertama itu menakutkan dan mendebarkan, sama seperti sikap Seojin padanya—dan mungkin sekarang Sora sudah terlalu terbiasa.

Seojin yang di rumah atau di ruang tunggu bandara pun masih berkutat dengan layar laptopnya. Sementara Sora hanya perlu berdiam diri dan menemani. Tidak melakukan banyak hal, tetapi jelas menggeser layar ponsel juga terasa menjemukkan setengah mati. Padahal Sora juga ingin berjalan-jalan di mall bandara bersama Seojin. Sederhana, ia hanya ingin melihat-lihat, menemukan barang yang mungkin bisa memicu konversasi atau setidaknya melempar pendapat masing-masing.

"Seojin-ah?"

Seojin tidak menoleh, tetapi ia menjawab. "Kau butuh sesuatu?"

"Bolehkah aku berkeliling sebentar?"

Seojin menghentikan aktivitas mengetik di atas keyboard, tapi ia jelas-jelas tidak memandang ke arah Sora. Sejenak menggulirkan tatapannya ke arah pergelangan tangan, Seojin lalu mengangguk sembari kembali mengetik lembar kerjanya. "Jangan pergi terlalu jauh, dan kembalilah jika sudah saatnya kembali."

Sora mengangguk paham, sejenak tersenyum kendati ia hanya berusaha menghormati sebab Seojin barangkali tidak terlalu dingin—ya, setidaknya pagi ini. Sora memilih melenggak ke arah kanan, di mana luasan karpet tebal dengan lampu kuning menderang terasa lebih sepi dibandingkan sisi kiri yang sibuk oleh lalu lalang orang. Sora melangkah anggun di atas sepatu tinggi dengan tali melingkari angkel kaki, sementara Seojin diam-diam melihat punggung Sora menjauh dan memastikan sang istri baik-baik saja dengan sorot acak sampai menghilang dari rangkuman kedua matanya.

Setidaknya empat toko Sora menjelajahkan kakinya, melihat beberapa benda yang menarik perhatiannya hingga berdiri beberapa menit untuk mengamati lebih jauh lagi. Sora tiba-tiba merasakan punggungnya ditepuk lembut. Sukses membuatnya terkesiap sebab jika itu Seojin, apakah dia salah memperkirakan waktu?

Tapi nyatanya tidak. Sora tidak mendapati ekspresi tegas dan serius Seojin kendati pribadi yang berdiri di depannya memiliki postur yang hampir sama. Pribadi itu mengenakan kemeja berwarna coklat moka dengan sebuah topi hitam yang menutupi separuh rambut bergelombangnya.

"Kukira aku salah orang, ternyata benar-benar dirimu."

Sora tentu masih mencerna, ekspresinya terkejut tentu saja. Ini sudah dua tahun lamanya keduanya tidak bertemu, dan memori perjuangan untuk menyelesaikan tugas akhir di bangku kuliah seketika membombardiri ingatan Sora dengan kuat.

If Truth Can Lie ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang