Lie 19; Sneak a Peek, Mom and Jisu!

7.7K 1.3K 500
                                    




Akhirnya update ya setelah sekian lama. Voter keberapa nih?

Sejauh ini, part 19 adalah salah satu favoritku. Hehehe, Sepertinya karena interaksi Sora dan Seojin atau mungkin gara-gara Mama sama Jisu. Kira-kira kalian setuju gak ya sama aku? Coba nanti komen di akhir chapter ya!

"Kau bilang membuat anak itu tidak bisa sendirian, jadi kenapa malah ingin kabur, hmmm?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.









"Kau bilang membuat anak itu tidak bisa sendirian, jadi kenapa malah ingin kabur, hmmm?"

Sora terlambat merespons, Seojin lebih dulu mendaratkan bibirnya. Rasa yang tertinggal dari wine yang Seojin minum ketika makan malam, membuat pikiran Sora melambung dengan cepat. Jantungnya berpacu cepat, sentuhan Seojin pada pinggangnya, remasan posesifnya semakin menambah desir yang perlahan mengucur. Sora seperti dimabukkan dan sengaja ditarik lepas dari pemikiran pelik yang selama ini bersemayam di dalam kepala.

"Kau memiliki keinginan di dalam kepalamu?" tanya Seojin mengejutkan setelah ia menjarakkan sedikit wajahnya.

Sora masih mengumpulkan napas kendati tidak diraup serakah. "Maksudnya?"

Seojin sengaja mendekatkan bibirnya pada telinga Sora. "Entahlah, fantasi sensual yang ingin kau wujudkan denganku?"

Tentu saja Sora refleks memukul dada Seojin hingga pria itu terkekeh tipis. "Tidak ada yang seperti itu," kata Sora dengan pipi yang semakin memerah padam.

Sayangnya Seojin tak langsung memercayainya, pria itu malah dengan sengaja berbisik kembali. "Tidak usah berbohong, kau mungkin ingin aku melakukan sesuatu yang menyenangkan untukmu." Lalu satu kecupan lembut ia berikan pada ujung telinga Sora yang terasa panas terecap bibir lembapnya. "Kalau kau tidak ingin mengaku, maka aku akan melakukannya dengan caraku."

Jujur, jelas saja Sora pernah membayangkan hal-hal semacam itu. Lagi pula, siapa yang tidak? Maksudnya, Seojin sendiri diciptakan dengan anugerah fisik yang begitu luar biasa, tampan, tinggi, dengan pundak yang terasa gagah dan keras ketika diremas. Sora sebagai sosok istri yang bisa memandangi Seojin tatkala malam tergantung di langit, sudah pasti tidak luput dari bayangan semacam itu. Sora normal, oke. Sangat.

"Aku ingin kau memimpin lebih dulu," bisik Sora setelah memberanikan diri untuk berjinjit. Debar jantungnya seperti letupan petasan repetitif di balik dadanya. "Aku menantikan apa yang akan kau lakukan padaku, Seojin-ah."

Berhasil, nyatanya kalimat Sora terasa seperti percikan keretan yang tak sengaja dihidupkan di atas tumpahan gasolin. Senyuman seduktif Seojin merangkak, tangannya juga sudah menangkup kedua pinggang Sora di sana. Hasratnya seperti dicongkel keluar. Dengan suara yang terasa semakin rendah dan serak, Seojin berkata. "Semoga kau tak menyesali apa yang kau minta, Sora. Tuhan mungkin sedang berbaik hati untuk memberikan lebih dari apa yang kau bayangkan."

Sora menyarangkan kedua tangannya pada rahang Seojin. "Tidakkah kau yang sedang berbaik hati padaku, di sini?"

Hidung mereka nyaris bersinggungan. Dan Seojin tak segan untuk terkekeh lirih. "Ya, itu juga termasuk."

If Truth Can Lie ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang