Truth 9; Sometimes, hidden gems didn't seem like being hidded

10.2K 1.4K 607
                                    

Voter keberapa nih?

Kaum kaum perolengan om Hwang apa kabar? Masih oleng?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kaum kaum perolengan om Hwang apa kabar? Masih oleng?






Padahal Sora yakin hotel ini masih memiliki jamuan mewahnya di malam hari. Mungkin mengantarkan minuman mahal dan kudapan. Tetapi, ketika Sora merasa tubuhnya semakin gerah, desir itu mendera setiap inci kulitnya tanpa ampun, ia yakin Seojin sudah memilih jamuan malamnya sendiri.

Tentu saja mereka tidak kembali ke dalam kamar dalam keadaan basah kuyup dan setengah telanjang. Sora masih sempat berganti begitu juga Seojin. Gaun itu tersampir ala kadarnya pada tubuh Sora, sementara Seojin mengenakan kemeja tanpa menyatukan seluruh kancingnya. Ini benar-benar terjadi. Sora sampai menahan napas kala kenyataan itu menabraknya seperti gunturan lereng batu.

Sora bisa merasakan punggungnya menabrak kasur dan memantul di atas ranjang mewah. Langit-langit berwarna putih dengan dekorasi ukiran mahal itu seketika berganti dengan wajah Seojin yang perlahan terisi oleh hasratnya sendiri. Hanya tiga detik Sora berani menatap bagaimana garis tegas mata, hidung, dan juga rahang yang tengah membangun kurungan di atasnya, ia lebih memilih melihat jemarinya sendiri yang sibuk melepaskan kemeja putih Seojin. Sementara kakinya di bawah sana sudah terkunci posisinya sebab Seojin menempatkan lututnya hampir-hampir menyentuh pusat tubuhnya.

"Lebih cepat Sora," suara berat Seojin membuat Sora sedikit tergesa, jemarinya mempercepat untuk memisahkan tautan kancing itu sebelum akhirnya semua terlepas.

Seojin menegakkan punggungnya, menanggalkan kemeja tanpa menunggu banyak waktu, memamerkan seberapa gagah dan bidang dadanya, seolah berharap Sora selalu memujanya, memuja permainannya di atas tempat tidur. Mirisnya, Sora benar-benar melakukannya. Dia memang memuja Seojin. Gumaman sensualnya tidak sengaja lolos kala Seojin menggesekkan ujung lututnya—berniat mengikis jarak dengan bagian paling sensitif miliknya.

Seojin melepaskan gesper celananya, masih dalam posisi penuh dominan ketika melihat Sora yang menatapnya cukup sayu, "Kau masih ingin menunggu lagi?" tanyanya sembari melihat ke arah pakaian Sora yang belum terlepas satu helai pun.

Tidak. Sora mungkin sudah kepalang berhasrat, dan ia tahu Seojin juga sama. Sorot matanya menggelap, terliputi gairah, desir dan membayangkannya saja membuat perut Sora seakan digelitiki oleh kupu-kupu. Seojin akan memenuhi dirinya malam ini.

"Seperti itu saja," kata Seojin ketika Sora nyaris memisahkan pengait bra nya, dan ia tidak membantah selain menjauhkan tangannya.

Tapi bukan berarti Seojin Hwang tidak akan menjamah apa yang ada di baliknya. Satu jari saja cukup untuk membuat salah satu sisi bra itu tertarik turun, dan Sora bahkan tidak ingin membayangkan bagaimana bibir sensual Seojinmenaklukkan dirinya dengan begitu baik.

Sora bisa merasakan debar jantungnya semakin menggila saat Seojin perlahan mendekatkan tubuhnya. Tangan Sora refleks terkalung pada leher Seojin sebelum ia mendapatkan hujaman lagi pada bibir bengkaknya.

If Truth Can Lie ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang