Lie 15; The Prettiest Flower Blooms, But Sadly Not Forever

7.2K 1.3K 487
                                    





Voter ke berapa nih?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Voter ke berapa nih?




"Hwang tidak datang, J?"

Suara soprano Jina menyambut Junggok setelah pintu putih itu tertutup kembali. Junggok masih sempat tersenyum sembari menggeleng tipis. "Tidak, Kak."

Setiap ditanya Jina seperti ini, entah mengapa perasaan Junggok akan menggelegak tak nyaman tanpa alasan yang benar-benar spesifik. Mengenai kedatangan Seojin juga ia tidak bisa selalu memastikan. Pria Hwang itu akan datang begitu acak, namun Jina bisa nyaris setiap hari bertanya padanya.

Junggok tidak tahu ini ada hubungannya dengan Sora Egbert yang berkata telah berkunjung, atau mungkin Seojin akan mencurigainya menjadi pelaku utama istrinya datang mengunjungi sang kakak. Sial. Ini memuakkan.

"Bolehkah aku meneleponnya?" tanya Jina lagi, ada sekelibat tatapan dikte dan menuntut yang wanita itu arahkan pada sang adik. "Ingin bertanya kenapa belum datang padahal sudah hari Sabtu."

Sayangnya Junggok tidak buru-buru menimpali, ia mengeluarkan satu buah kotak coklat kecil dari dalam tasnya. Lalu meletakkan kudapan manis itu di atas pangkuan Jina. "Jangan sekarang, Hyung sedang sibuk."

"Dia pasti memiliki waktu jika untukku!" Jina menarik ujung kemeja Junggok. "Ayo, J! Berikan ponselmu, biarkan aku berbicara dengan Hwang."

Dalam beberapa alasan, Junggok sebenarnya merasa jika dia tidak sepenuhnya berguna. Membayangkan begitu banyak hal yang tidak bisa ia lakukan dengan semestinya berhasil membuat sepercik amarahnya semakin mendidih. Masih menatap sang kakak dengan acak, Junggok diam-diam meremat kedua telapak tangan di samping tubuh. Mengumpat, merasa kesal. Namun sayangnya, Junggok juga tidak tahu harus dilampiaskan kepada siapa murka ini. Tuhan? Entahlah, Junggok tidak tahu pasti.

"Wanita waktu itu ...." Jina terlihat memastikan nama yang ia ucapkan. "Dia datang lagi?"

"Tidak."

"Jadi sudah tahu dia siapa?"

Junggok bisa merasakan keringat dingin bermunculan pada telapak tangannya yang dikepal. "Park Shieun," jedanya sebelum berdeham tanpa benar-benar terdengar. "Selain nama, aku tidak tahu lagi. Dia langsung pergi saat meminta maaf."

Bibir Junggok seperti dilem. Bagaimana dia harus mengatakannya. Keputusan macam apa yang harus ia buat di saat-saat seperti ini. Boleh, tidak,  ia bersekutu dengan iblis saja untuk keluar dari lingkaran memuakkan yang sebenarnya tak Junggok kehendaki sama sekali? Bahkan tanpa sadar Junggok malah menutupi identitas Sora Egbert yang sebenarnya.

"Kakak jangan khawatir. Salah orang. Dia salah orang. Temannya memang di rawat di sini, namanya sama Kim Jina. Dan aku juga salah paham kukira itu memang teman Kakak sejak awal." Junggok menjelaskan lebih jauh, dan menghindari tatapan Jina. "Maaf, tidak akan terjadi lagi."

If Truth Can Lie ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang